FILOSOFI MAKAN BUBUR
Views: 0
Bacaan: 1 Tawarikh 14:14-15
“maka bertanyalah lagi Daud kepada Allah, lalu Allah menjawab: “Janganlah maju di belakang mereka, tetapi buatlah gerakan lingkaran terhadap mereka, sehingga engkau dapat menyerang mereka dari jurusan pohon-pohon kertau. Dan bila engkau mendengar bunyi derap langkah di puncak pohon-pohon kertau itu, maka haruslah engkau keluar bertempur, sebab Allah telah keluar berperang di depanmu untuk memukul kalah tentara orang Filistin.”
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saudaraku, kali ini saya ingin mengajak Anda semua membayangkan sebagai seseorang yang hendak makan bubur. Hal pertama yang kita buat adalah menerima terlebih dahulu semangkuk bubur. Dan ketika kita menerima semangkuk bubur itu, tentunya dengan tangan yang terbuka, bukan? Ya, meski bubur itu masih panas, namun kita melihat semangkuk bubur itu sebagai berkat. Apa maknanya?
Sama seperti hidup ini, kita mesti menyadari bahwa bisa saja akan muncul persoalan atau pergumulan. Nah, untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan persoalam itu, maka Kita mesti mengakui bahwa persoalan itu memang ada. Dengan demikian kita dapat belajar menerima persoalan itu. Bukankah tidak ada hidup yang tanpa persoalan? Oleh karena itu, ketika persoalan itu hadir, jangan pernah kita berpura-pura bahwa kita tidak memiliki persoalan.
Nah, setelah kita menerima semangkuk bubur itu, kita akan meniup-niupnya sejenak. Baru kemudian kita mulai memakannya. Bagaimana caranya? Ya betul, kita memakannya secara perlahan dengan menyendok bubur itu dari bagian pinggir mangkuk sembari meniupnya juga. Selapar-laparnya seseorang, rasanya ia tidak akan menyantap bubur mulai dari tengah, sebab mulut bisa terbakar oleh panasnya bubur itu. Sekarang, apa maknanya? Setelah kita menyadari dan menerima adanya masalah di dalam kehidupan itu, maka sekarang sisirlah persoalan itu secara perlahan mulai dari bagian yang paling dingin atau bagian pinggir. Sedikit demi sedikit sembari menikmatinya. Perlahan tapi pasti ada pelajaran dan pengalaman yang diperoleh dari proses penyelesaian masalah itu. Dan ketika persoalan dapat teratasi, maka tentunya ada sukacita yang akan kita peroleh.
Saudaraku, kadangkala bila ada persoalan, maka kita ingin agar bisa secepat-cepatnya menyelesaikannya, tanpa mengidentifikasi persoalan itu dengan lebih cermat. Akibatnya: masalah bisa jadi semakin rumit. Mengapa? Ya, betul! Ketika kita tergesa-gesa, maka kita tidak dapat memetakan pesoalan itu secara jelas. Seperti makan bubur panas tadi, jika makan secara tergesa-gesa, maka kita tidak dapat merasakan nikmatnya, bahkan mulut kita bisa melepuh. Menyantap dan menikmati bubur mesti diawali dengan menerima, meniup-niupnya sebentar dan setelah itu mulai menyantap dari bagian pinggir. Dengan demikian kenikmatan bubur itu dapat kita rasakan.
Saudaraku, di dalam 1 Tawarikh 14:8-17 ada sebuah kisah tentang Raja Daud. Dalam kisah itu diceritakan tentang upaya raja Daud saat menghadapi persoalan. Dikisahkan di dalam perikop itu tentang ketidaksenangan orang-orang Filistin pasca pelantikan Daud menjadi raja Israel. Orang-orang Filistin itu berencana hendak menangkap Daud. Mereka berkumpul di lembah yang diberi nama Refaim (yang berarti: the house of giants atau rumah para raksasa) dan disana mereka menyusun strategi untuk melawan Israel. Apa yang dibuat oleh Daud?
Seperti makan bubur tadi, Daud menerima dan ‘meniup bubur panas’ itu! Ya, Daud menerima kenyataan adanya perlawanan dari orang-orang Filistin itu. Namun Daud tidak serta merta memakan ‘bubur panas itu’ melainkan meniup-niupnya terlebih dahulu. Ia bertenang sejenak dengan datang dan menyerahkan pergumulan itu kepada Tuhan. Dan janji Tuhan telah meneguhkan Daud, sehingga Daud maju berperang dan memperoleh kemenangan. Akan tetapi reupanya dengan kekalahan itu, orang-orang Filsitin ingin melakukan pembalasan dan kembali maju berperang untuk melawan Daud dengan kekuatan yang tentu lebih dahsyat. Kembali Daud datang meminta pertolongan Tuhan. Tuhanpun memberikan nasihat agar Daud “menyisir dari pinggir” (seperti makan bubur tadi). Tuhan berkata, “Janganlah maju di belakang mereka, tetapi buatlah gerakan lingkaran terhadap mereka, sehingga engkau dapat menyerang mereka dari jurusan pohon-pohon kertau”. Dan sekali lagi janji Tuhanlah yang menjadi kekuatan dan keyakinan Daud, yaitu: “…sebab Allah telah keluar berperang di depanmu untuk memukul kalah tentara orang Filistin”. Daud dan Israel menang bukan karena kuat dan gagah diri mereka, melainkan karena Tuhan yang ada di depan dan berperang untuk Daud dan Israel.
Di dalam kehidupan, persoalan itu ibarat bubur panas, jika hanya dilihat panasnya saja, maka ia adalah malapetaka. Namun jika dipandang dari sisi aroma dan nikmatnya, maka ini adalah challenge untuk menghabiskan bubur itu. Terima dan rangkullah persoalan itu, tiuplah (dalam artian: coolling down dengan datang kepada Tuhan dan merenung), setelah itu sisir dari pinggir (dalam artian: selesaikan apa yang bisa diselesaikan terlebih dahulu) dengan mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan. Maka niscaya, persoalan itu bukan saja dapat dihadapi, melainkan juga dapat diatasi. Seperti menyantap bubur tadi, akhirnya kita dapat menikmati sedapnya.
Selamat berjuang, saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Kami bersyukur bahwa kami dapat melihat kehadiran Tuhan di dalam setiap pergumulan kami. Kami juga dapat merasakan pertolongan Tuhan dalam menghadapi dan mengatasi persoalan hidup kami itu. Kami rindu agar dapat tetap bepegang teguh pada kuasa-MU. Terpujilah Nama-Mu, ya Tuhan Yesus. Amin.