DAHSYAT SEGALA KARYA TUHAN
Views: 0
Bacaan: Mazmur 66: 1–20
Salam damai dalam kasih Kristus.
Mazmur 66 merupakan sebuah undangan terbuka, penuh sukacita dan semangat, agar seluruh bumi datang menyembah dan memuliakan Allah karena segala karya-Nya yang dahsyat. Pemazmur membuka pujian ini dengan seruan yang kuat: “Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seisi bumi!” (ayat 1). Ini bukan sekadar ajakan liturgis, melainkan seruan iman yang mendalam—sebuah panggilan universal yang melibatkan umat dari segala tempat dan generasi untuk bersatu dalam pujian kepada Tuhan yang hidup. Panggilan antar generasi untuk bersama-sama memuji Tuhan yang karya-Nya dahsyat, yang berarti sejak anak-anak, remaja, pemuda, sampai dewasa, lanjut usia, dipanggil untuk menghayati karya Tuhan yang dahsyat, kemudian memuliakan Tuhan bersama-sama mulai dalam keluarga, jemaat dan seisi bumi.
Dalam ayat 3, pemazmur menyebut perbuatan Allah sebagai “dahsyat.” Dalam bahasa Ibrani, istilah ini bukan hanya berarti luar biasa atau hebat, tetapi menunjuk pada tindakan yang menimbulkan kekaguman mendalam, rasa hormat, bahkan ketakutan yang kudus. Orang yang takut akan Tuhan akan menghormati dan mencari kuasa Tuhan yang dahsyat, mencari kehendak-Nya dan rancangan-Nya. Tindakan Allah membelah Laut Teberau, menciptakan langit dan bumi dengan firman-Nya, memberi makan bangsa Israel di padang gurun, hingga menjatuhkan tembok Yerikho tanpa peperangan, semuanya adalah bukti kekuasaan Tuhan yang tak terbatas. Ini adalah karya-karya yang tidak hanya tertulis dalam sejarah, tetapi juga hidup dalam ingatan dan iman umat-Nya.
Namun, Mazmur 66 tidak berhenti pada karya besar Tuhan dalam sejarah umat Israel. Mazmur ini juga menyentuh ranah yang sangat pribadi. Pemazmur bersaksi bahwa dalam saat-saat kesesakan, ia berseru kepada Tuhan dan doanya didengar. Ia tidak hanya menerima pertolongan, tetapi juga datang ke rumah Tuhan dengan membawa korban syukur dan kesaksian. Inilah gambaran iman yang dewasa—ketika pengalaman pribadi akan kasih dan kuasa Allah tidak disimpan sendiri, tetapi dibagikan kepada komunitas, menjadi bagian dari liturgi bersama. Kalau orang tidak memahami karya Tuhan yang dahsyat, tidak ada yang bisa disaksikan.
Sering kali kita merasa bahwa pengalaman rohani bersifat terlalu pribadi untuk dibagikan. Kita menyimpan doa yang dijawab, mukjizat yang terjadi, atau bahkan luka yang dipulihkan dalam ruang hati kita sendiri. Namun Mazmur ini menunjukkan bahwa kesaksian pribadi adalah bagian yang sah dan berharga dalam ibadah umat. Dalam ibadah sejati, iman pribadi dan iman komunal saling mengisi dan memperkuat.
Bayangkan seorang jemaat berdiri di tengah ibadah dan berkata: “Aku pernah bernazar kepada Tuhan saat aku dalam kesulitan, dan kini aku kembali, membawa syukurku.” Ini bukan kesombongan rohani, tetapi sebuah bentuk kedewasaan iman—menghidupi janji, menyatakan kasih karunia Tuhan, dan mempersembahkan syukur secara nyata. Sama seperti pemazmur yang datang bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan korban dan cerita.
Mazmur ini juga menekankan pentingnya sorak-sorai sebagai ekspresi pujian. Dalam konteks Israel kuno, sorak-sorai adalah bagian dari penyambutan seorang raja—suatu deklarasi sukacita dan pengakuan atas otoritas. Maka saat pemazmur berkata, “Bersorak-sorailah bagi Allah!”, ia menyatakan bahwa Tuhan adalah Raja yang layak disambut dengan gegap gempita. Hal ini menjadi kontras dengan dunia kita hari ini, di mana sorak-sorai sering diarahkan pada prestasi manusia, selebriti, atau pencapaian duniawi. Tetapi Mazmur ini mengingatkan: sorak tertinggi hanya layak bagi Allah.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, karya Tuhan tidak selalu tampak megah seperti pembelahan laut atau kemenangan dalam perang. Ia juga bekerja secara pribadi—dalam ruang doa yang sepi, dalam keputusan kecil yang dituntun oleh Roh-Nya, dalam kekuatan yang diberikan saat kita nyaris menyerah. Tuhan yang dahsyat itu hadir dalam pengalaman hidup yang sederhana, dan justru di sanalah kita sering melihat betapa dalamnya kasih dan kesetiaan-Nya.
Kadang kala, kita pun mengalami masa-masa seperti “dapur pemurnian”—masa yang penuh tekanan, air mata, dan ujian iman. Namun, Mazmur ini meyakinkan kita bahwa dalam penderitaan pun, Allah sedang bekerja. Ia tidak menghancurkan kita, tetapi memurnikan kita. Dan melalui proses itu, Ia sedang membentuk kesaksian yang akan memperkuat orang lain dan memuliakan nama-Nya.
Mazmur 66 adalah ajakan untuk hidup dalam kesadaran akan karya Allah yang terus berlangsung. Ia mengundang kita untuk bersaksi, bersyukur, dan bersatu. Ketika suara umat yang telah dibebaskan dan suara individu yang diselamatkan berpadu dalam pujian, maka dunia pun dapat melihat bahwa Allah sungguh hidup. Inilah gambaran gereja yang ideal—beragam dalam bentuk, tetapi satu dalam tujuan: memasyhurkan Kristus yang hidup.
Tantangan bagi kita hari ini adalah: apakah ibadah dan pujian kita mencerminkan kesatuan itu? Apakah dunia melihat kasih dan kemuliaan Tuhan melalui cara kita menyembah, bersaksi, dan berjalan bersama?
Mari kita menjawab seruan Mazmur ini dengan hidup yang memuliakan Tuhan—dalam ucapan dan tindakan, dalam ibadah dan kesaksian, dalam pribadi dan persekutuan. Dan biarlah dunia percaya karena melihat Tuhan yang dahsyat melalui kehidupan umat-Nya yang bersatu dan bersyukur.
Mari kita bersorak sorai dengan menabuh gendang, menari, menyanyikan lagu merdu, memuji Allah karena karya besar yang agung benar telah dilakukan-Nya terhadap umat- Nya. seperti lirik lagu KJ. 292 – 1. Tabuh gendang! Sambil menari nyanyikan lagu yang merdu! Bunyikanlah gambus, kecapi: mari memuji Allahmu! Karya Besar yang agung benar t’lah dilakukanNya terhadap umatNya!
Berdoa:
Tuhan yang dahsyat dan penuh kuasa, Kami bersyukur atas karya-Mu dalam sejarah dan dalam hidup kami. Ajarlah kami untuk tidak tinggal diam, tetapi menjadi saksi-Mu. Tolong kami agar pujian kami bukan hanya lagu di bibir, Tetapi kehidupan yang memuliakan-Mu dari hari ke hari. Dan ketika kami mengalami pertolongan-Mu, Ajarkan kami untuk kembali, menepati janji kami, Serta mempersembahkan syukur kami di hadapan-Mu. Dalam nama Yesus Kristus kami berdoa. Amin.