TABUR DAN TUAI
Views: 0
Bacaan: Galatia 6: 1 – 10
Seorang anak mendaki gunung bersama ayahnya. Pada suatu ketika, kaki anak itu terantuk batu lalu terjatuh, kesakitan dan dia berteriak “aduh”. Tetapi tiba-tiba terdengar suara pula “aduh”. Anak itu mencari asal suara dan bertanya dengan nyaring “hei, siapa itu?”, Lalu terdengar lagi “hei, siapa itu?”. Anak itu kebingungan dan bertanya kepada ayahnya, suara siapa itu? Ayahnya mengatakan bahwa itu adalah Gema. Dengarkan ini, kata ayahnya: “aku sangat kagum padamu” dan terdengar pula “aku sangat kagum padamu”, ayahnya berteriak lagi “aku mencintaimu” lalu terdengar pula “aku mencintaimu”. Ayahnya berkata bahwa setiap kali mereka berteriak, maka gema akan memantulkan suara yang sama kembali terdengar.
Saudaraku bukan kah hidup juga demikian, bagai Gema. Apa dan bagaimana yang kita lakukan dan kerjakan, akan berbalik kepada kita sedemikian. Tuhan, Sang penguasa Alam Raya ini sangat memperhatikan apa yang kita perbuat. Hal ini seperti Firman Tuhan dalam Galatia 6: 1-10 di atas. Tuhan menghendaki kita hidup saling memperhatikan, saling menolong satu kepada yang lain, sebagai bentuk bahwa kita sedang mengabdi kepadaNya. Segala usaha: meluruskan, membimbing, memberi, mendukung satu kepada yang lain adalah upaya kita agar berpadanan dengan Injil Kristus.
Namun kita sering kali terkecoh dengan segala yang tidak kehendak Tuhan. Kesenangan sendiri, kehormatan sendiri, yang seringkali, ternyata hasilnya malah kekuatiran, ketakutan dan kesakitan sendiri. Semakin kita memperhatikan hanya pada diri sendiri, malah semakin kita kuatir dan ketakutan. Dalam pola pikir ini, bukan berarti bahwa kita tidak boleh mengasihi diri, malah sebaliknya, kita mestinya mengasihi diri kita sendiri karena Tuhan saja sudah mengasihi diri kita, masakan kita tidak mengasihi diri sendiri. Jadi begini, Jika kita selalu percaya bahwa Tuhan mengasihi diri kita, maka kita akan melihat betapa banyaknya kasih yang Tuhan berikan untuk kita dalam berbagai bentuknya. Lalu kita akan melihat betapa berharganya diri ini, yakni diri yang mendapatkan banyak kebaikan Tuhan. Oleh karena itu, tak sempat lagi diri ini dikuasai oleh kekurangan dan keburukan. Yang muncul dari diri ini adalah kebaikan. Dan karena diri ini dipenuhi syukur karena sukacita dan kebaikan Tuhan, maka diri yang demikian lalu suka untuk membagikannya pada sekitarnya. Ini mirip dengan Gema. Jika yang muncul dari diri ini adalah kekuatiran maka yang kita lihat dan alami adalah kekuatiran. Mereka yang melulu memperhatikan diri sendiri dan melahirkan kekuariran akan mendapatkan kekuatiran. Namun, jika diri ini memperhatikan diri sendiri lalu yang muncul adalah sukacita karena merasa semua cukup, bahkan diberi lebih karena kasih karunia Tuhan, maka kita yang demikian akan menggemakan kebaikan kepada sesama. Kita tak bisa menipu Tuhan dalam hal ini; dengan pura-pura baik, pura-pura memperhatikan dll. Semua itu akan dirasakan oleh diri sendiri dan Tuhan mengetahuinya. Oleh karena itu : “Galatia 6:7
Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”
Dalam masa pandemi seperti sekarang, bagian Firman Tuhan ini menguatkan kita untuk hidup dalam syukur karena kasih karunia hidup yang Tuhan masih berikan pada kita saat ini. Kita memang sungguh perlu menjaga diri menerapkan 5M (atau 6, satu lagi: menghindari Makan bersama), namun siapa dan bagaimana tahu bahwa virus jahanam itu dapat menulari seseorang? Lalu siapa yang dapat mengatakan dengan yakin bahwa saya akan selamat dan yang lain tidak? Baru saja seorang dokter berkata kepada saya bahwa mereka pun tak dapat dengan yakin siapa dan bagaimana orang-orang yang akan selamat jika terinfeksi virus ini, apakah mereka yang ahli medis berarti akan selamat, karena mereka lebih tahu soal medis? Padahal, bulan Juli ini, adalah bulan kematian dengan grafik tertinggi untuk para medis (#kita berterimakasih dan terus mendoakan perjuangan para medis). Nah, ketidaktahuan dan ketidakberdayaan serta keterbatasan kita yang kita akui pada masa seperti ini membuat kita kembali menghayati dengan amat sungguh, kesempatan kehidupan yang masih Tuhan berikan bagi semua kita. Hal ini membuat kita melihat bahwa hidup ini adalah kesempatan untuk menabur kebaikan. Karena inilah waktunya.
Manabur kebaikan: menolong, mendukung, menghibur, menguatkan dll adalah wujud dari syukur kita. Setelah itu kita yakin, Tuhan Sang penguasa semesta akan memberikan kebaikan kepada kita dengan cara dan bentuknya yang ajaib. Kita tidak perlu memberikan waktu dan membatasi bentuk Gema yang kembali kepada kita, karena Tuhan sungguh mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bagi kita. Seperti seorang Anak Tuhan yang sedang menyalurkan berkat Tuhan lalu berkata “saya cuma “Tukang Gojek””, dengan kerendahan hati ketika ia telah membantu seorang ibu yang sedang “sangat membutuhkan”. Bagi Anak Tuhan ini, saya yakin, Tuhan akan memberikan kepadanya segala berkat utuk terus menjadi “Tukang Gojek”. Iagi pula ungkapannya itu menunjukkan bahwa ia telah menerima begitu banyak kasih dan berkat Tuhan dalam hidupnya.
Marilah kita menabur kebaikan Tuhan, karena kita yakin akan menuai kebaikan. Lagipula bukankah Tuhan telah selalu memberikan selalu kepada kita? Sehingga, ketika kita sedang menabur kebaikan sesunggungnya pula kita sedang menjadi penuai di ladangNya. Taburlah dan tuailah. (LiN04082021)