MEMBANGUN INISIATIF
Views: 0
Bacaan: Matius 5:23-24
“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”
Syalom jemaat yang terkasih didalam Tuhan.. Semoga bapak/ibu/saudara-saudari dalam keadaan baik..
Jemaat yang terkasih…..Di dunia ini, tidak ada tau jarang sekali ada orang yang suka mengakui kesalahan. Begitu pula saat ada permasalahan dalam keluarga. Rasanya lebih mudah untuk menimpakan seluruh kesalahan pada orang lain, ketika ada masalah dalam pekerjaan kita lalu saat kita bertemu keluarga dam meluapkan emosi pada keluarga kita, kita marah, jengkel, dll.
Atau saat ditengah keluarga terjadi pergesekan, apa pun yang terjadi, kita ingin mereka dulu yang datang dan meminta maaf kepada kita. Kalau tidak, pertengkaran akan terus mewarnai hari-hari kita di rumah. Atau kita akan mendiamkan, menghindari, bahkan menghukum mereka dengan suatu cara. Mungkin bagi kita semua itu harus dilakukan.
Bagaimanapun, orang yang bersalah harus menunjukkan penyesalannya, bukan? Namun, pernahkah kita berpikir, apakah standar kebenaran kita sama dengan standar Tuhan?
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa untuk yang pertama kalinya, mereka juga mulai saling melemparkan kesalahan. Adam bahkan menyalahkan Tuhan karena memberikan Hawa sebagai istrinya (Kej. 3:12). Meski demikian, Allah tidak mengutuki manusia. Dia malah merencanakan suatu cara agar Dia dapat memperdamaikan kita dengan-Nya.
Jelas manusia yang telah melakukan kesalahan, tetapi Tuhan yang sama sekali tidak bersalah merelakan diri turun ke dunia. Dia mengambil langkah pertama untuk merangkul manusia kembali ke dalam keluarga-Nya. Karena tindakan-Nya yang tak mementingkan diri inilah, manusia yang seharusnya menerima penghukuman dapat memperoleh keselamatan. Hubungan kita dengan Allah pun terpulihkan.
Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan bahwa kita tidak seharusnya menunggu-nunggu orang lain untuk datang kepada kita. Ketika kita mengalah, itu bukan berarti kita kalah. Pribadi kita pun semakin menyerupai karakter Kristus. Dewasa dan matang. Demikianlah kita menang di hadapan Tuhan. Dia menghendaki agar kita dapat menikmati kebersamaan yang indah bersama-Nya dalam satu keluarga. Jangan sampai, apa yang penting bagi kita malah menyingkirkan apa yang terpenting bagi kebahagiaan keluarga kita.
Justru saat kita mengesampingkan ego kita dan taat melakukan kehendak Tuhan, Kerohanian kita mengalami pertumbuhan.
Pertanyaan untuk kita renungkan bersama… Sudahkan inisiatif ini terbangun di dalam keluarga kita? Kalau belum, kapan akan kita mulai?. Selamat berproses bersama, Tuhan memberkati kita.
Doa
Mari kita berdoa, Tuhan Allah yang bertahta dalam kerajaan surga. Ampuni kami dalam keegoisan kami terkadang malah menyakiti hari orang-orang terkasih dan terdekat kami. Ajar kami untuk berinisiatif membangun cinta dan kedamaian didalam keluarga kami Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami telah berdoa. Amin.