KAU BISA BERBAHAGIA
Views: 0
Bacaan: Filipi 4:2-9
Banyak orang yang sulit merasakan kebahagiaan. Katanya: “hidup ini adalah tantangan dan perjuangan”, jadi bagaimana bisa berbahagia?. Bukan salah sih akan hal itu, bahwa kita diajak untuk berjuang dan berusaha menghadapi berbagai halangan dan tantangan di sekitar kita, namun apakah semua tantangan itu membuat kita tak mengizinkan diri kita untuk melihat dan merasakan kebahagiaan? Sayang sekali diri ini ya, karena akan dikuasai terus oleh kesusahan dan kesedihan akibat tantangan dan halangan tersebut, karena kan tantangan dan halangannya selalu ada.
Mengingat tantangan dan halangan selalu ada, maka kita kini diajak untuk lebih bijaksana menyikapi hidup kita. Tentu saja, mestinya kita tak memilih dikuasi oleh kesedihan dan kekuatiran selalu. Karena hidup yang demikian bukanlah hidup yang menyenangkan. Itu hidup yang menyengsarakan. Apakah kau hendak memberikan seluruh waktu hidupmu untuk kesengsaraan? Nah bagaimanakah kita sebagai pengikut Kristus dapat mengalami kehidupan yang membahagiakan selalu, walau kita menghadapi tantangan dan halangan?
Bacaan kita tadi adalah ungkapan yang Paulus sampaikan untuk jemaat di Filipi. Mungkin kita lalu berkata “ah, enak saja Paulus memerintah seperti itu kepada jemaat di Filipi. Bagaimana dengan dia sendiri?”. Tahukan saudara? Apa yang Paulus katakan itu, bukan dari sekedar perintah saja. Sesungguhnya Paulus sendiri telah mengalaminya, dan tentunya Paulus juga mengharapkan agar jemaat di Filipi mengalami sukacita yang ia alami. Saat itu Paulus sedang ada dalam penjara karena mengabarkan Injil; Orang-orang yang tidak menyukainya, karena merasa dirugikan akibat pertobatan umat, lalu bersekongkol dan menyatakan bahwa Paulus telah melakukan gerakan melawan pemerintah waktu itu. Tentu situasi yang dialami Paulus saat itu pastilah bukan keadaan yang menyenangkan. Paulus menghadapi tantangan dan halangan berupa penjara yang harus ia terima saat itu. Yang menjadi istimewa dalam peristiwa yang dialami Paulus adalah, Paulus tak dikuasai oleh kesedihan dan penderitaan akibat dari pengalaman pahit yang dideritanya ini. Paulus lebih memilih untuk dikuasai oleh damai sejahtera Allah. Damai sejahtera ini melampaui segala akal dan pikiran manusia biasa pada umumnya.
Mari kita berusaha memahami apa yang dimaksudkan oleh Paulus tentang “Damai sejahtera Allah yang melampaui akal dan pikiran”. Kita seringkali menyangka bahwa akal dan pikiran kita adalah seluruh hidup kita. Inilah yang pangkal kesusahan dan kesengsaraan hidup kita, karena pikiran kita seringkali menyimpulkan bahwa kita atau ia (obyek yang menyedot perhatian ) tak cukup baik, tak cukup sanggup dan berbagai macam “tak cukup lainnya”. Pikiran “tak cukup” ini menghantar perasaan kita menjadi kecewa, cemas dan kemudian hidup menderita. Menyedihkannya pula bahwa semua itu seringkali dijiwai oleh peristiwa masa lampau yang mestinya tak lagi eksis kini. Namun rasa kekecewaan dan kesedihannya, akibat pikiran kita yang masih memilih untuk dikuasai oleh “masa lampau” itu membuat kita merana dan sengsara. Hal ini belum lagi ditambah dengan kenyataan , bahwa masa lampau itu tak bisa diubah, ia sudah lewat, namun karena keterbatasan akal dan pikiran kita, masa lampau itu masih menjadi bagian yang menguasai akal dan pikiran kita. Di sanalah kita menemukan bahwa akal dan pikiran kita pada umumnya ternyata sangat terbatas.
Keterbatasan akal dan pikiran kita juga kita pahami ketika kita memahami bahwa ada banyak sekali pengalaman dan kepandaian yang tidak kita ketahui dan kita pahami ketika kita membadingkannya dengan pengalaman dan pengetahuan orang lain. Apakah kita menyangka bahwa semua yang dialami yang diketahui oleh saudara-saudara kita yang lain, juga pasti kita ketahui? Picik sekali pemahaman ini kan? Dan ternyatalah bahwa jika kita menjadi sengsara dan menderita akibat pikiran dan perkataan yang disampaikan oleh pihak lain, karena keterbatasan akal dan pikiran kita menangkap dan mencerna apa yang disampaikan oleh pihak lain. Oh… ternyatalah masih banyak hal yang dapat menjelaskan bahwa sesungguhnya akal dan pikiran kita sungguh terbatas.
Dengan penjelasan di atas, semoga kita lebih memahami bahwa kita tak dapat mengandalkan akal fan pikiran kita sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan. Untuk mendapatkan kebahagiaan, kita sesungguhnya membutuhkan Damai sejahtera dari Allah. Damai sejahtera dari Allah akan memampukan kita memiliki hikmat untuk melihat hal-hal indah dan luar biasa yang terjadi saat ini dan yang sesungguhnya kita alami/miliki.
Lihatlah Paulus, di penjara ia tidak fokus pada menyesali diri atau mengutuki mereka yang telah memenjarakannya. Pastilah paulus berdoa dan minta kekuatan dan pertolongan dari Allah saja atas pengalamannya, dan secara unik, Paulus dihantarkan oleh Roh Allah untuk mengingat jemaat di Efesus. Jemaat ini pastilah membuatnya sangat exciting, alih-alih dikuasai kesedihan dan kesengsaraan, Paulus memilih mengingat Jemaat Efesus, hasil buah Pekabaran Injilnya, dan menasehati mereka daripada dikuasai kekuatiran, lebih baik untuk hidup dikuasai sukacita dan suka berbagi. Sebuah anjuran yang lahir dari hasil refleksi dan apa yang dirinya sendiri lakukan.
Demikianlah kita umat Tuhan pada masa kini. Kita memang mengalami berbagai macan tantangan dan halangan akibat Pendemi, atau karena hal-hal lainnya. Kiranya apa yang diingatkan oleh Paulus kepada jemaat di Filipi, kini juga menjadi firman yang mengingatkan kita di sini, sekarang ini. Kita menjadi memilih untuk dikuasai oleh Damai sejahtera Allah, dibanding selalu mengikat kegagalan dan kesedihan masa lampau. Dalam damai sejahtera Allah, kita kiranya diberi hikmat dan pengertian untuk menyikapi dan melihat apa yang bisa kit perjuangkan dan sikapi pada masa ini untuk terus mengalami kebahagiaan dari Allah dan berbagi kebaikan serta sukacita kepada yang lain. Kita percaya bahwa Roh Allah menyertai kita selalu. (LiN02-11-2021)