LAYANGAN PUTUS
Views: 0
Bacaan: Amsal 25:28
“Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saat ini “Layangan Putus” menjadi salah satu sinetron yang ramai dipercakapan banyak orang. Bahkan ada banyak artikel di media online yang mambahas tentang fenomena relasi keluarga seperti dikisahkan dalam sinetron tersebut. Di dalam renungan ini saya tidak akan membahas sinetron yang berjudul “Layangan Putus” ini, melainkan “layangan putus” dalam arti yang sesungguhnya.
Kita tahu bahwa permainan layang-layang adalah salah satu jenis permainan yang memanfaatkan tiupan angin. Secara fisika, permainan layang-layang ini dapat dijelaskan sebagai berikut: gaya berat yang dimiliki oleh layang-layang ditahan oleh gaya angkat dari hembusan angin yang menyebabkan layang-layang tetap melayang di udara dan tidak jatuh ke bawah. Sedangkan tali atau benang digunakan sebagai penahan yang menjadikan kondisi layang-layang tetap stabil di angkasa. Gaya angkat ini diperoleh dari adanya perubahan kecepatan udara yang yang menabrak layang-layang tersebut.
Nah, sejauh mana layang-layang ini dapat terbang bergantung pada panjangnya tali atau benang yang dipakai. Kelincahan gerak naik-turun atau meliak-liuknya layang-layang ini bergantung pada keahlian si pemain layang-layang. Yang pasti, layang-layang ini akan tetap nampak gagah atau anggun menari-nari di angkasa ini jika ia tetap terhubung dengan si pemain melalui seutas benang panjang.
Sampai di sini kita dapat melihat bahwa ternyata layang-layang ini mirip dengan gambaran diri kita? Sang pemain yang mengendalikan layang-layang itu ibarat Tuhan yang menuntun kita untuk bergerak naik atau turun serta meliak-liuk di angkasa kehidupan. Sedangkan benang yang menghubungkan layang-layang dengan si pemain ibarat iman dan doa. Justru karena kita tetap terhubung dengan Tuhan, maka kita dapat mengatasi angin yang menerjang, bahkan mampu untuk tetap mengudara. Memang jangkauan terbangnya sangat terbatas karena bergantung panjangnya benang, akan tetapi justru di situlah kesetiaan dan ketaatan itu menjadi nampak nyata. Kelincahan gerak layang-layang itu menunjukkan betapa ahli dan berkuasanya Sang Pemain layang-layang itu. Dengan kata lain, jika diri kita ingin tetap dapat terbang dengan gagah mengatasai angin persoalan dan memberikan teladan serta berkat yang indah, maka kita harus selalu terhubung dengan Tuhan – Sang Pemain layang-layang Agung – melalui doa dan iman.
Akan berbeda cerita jika ternyata layang-layang ini ingin bebas dan lepas. kemudian ia memilih untuk memutuskan benang pengikat, maka segera ia akan menjadi sebuah layangan putus. Layangan putus ini tidak akan dapat mengendalikan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk mengendalikan diri itu menjadi awal dari kehancurannya. Ia akan menjadi sangat lemah dan kehilangan semaraknya. Kegagahan atau keanggunannya segera sirna dan hanya akan mengikuti arah angin yang membawanya, sebelum kemudian jatuh ke tanah kembali. Layang-layang putus ini bagaikan kota yang roboh temboknya, seperti di dalam nasihat Penulis Amsal, “Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya”. Kota yang roboh temboknya akan menjadi sangat rentan terhadap serangan musuh dan mudah dihancurkan. Sebab ia tidak memiliki kekuatan dan perlindungan.
Oleh karena itu, marilah kita berupaya untuk tetap menjaga iman dan terus berdoa agar mampu menjadi seperti layang-layang yang gagah dan menyajikan pemandangan indah di angkasa kehidupan ini, bukan seperti layangan putus yang kehilangan semaraknya.
Selamat berjuang, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami sadar bahwa tantangan kehidupan masih terus menghadang. Namun kami rindu untuk tetap memelihara iman agar selalu terpaut kepada-Mu. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk dapat mengendalikan diri di dalam Engkau. Terimakasih, ya Tuhan Yesus. Amin.