SIMPATI MENUJU EMPATI
Views: 0
Bahan: Kejadian 50:20-21,
Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanamu dan makanan anak-anakmu juga.”
Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.
Di sini kita tidak membahas kata simpati dan empati dengan pengertian kata, atau kamus. Tetapi dalam hidup yang kita alami. Dalam banyak hal dan peristiwa kita telah banyak menerima dan mengalami rasa simpati dari teman. Simpat itu bisa dalam suasana sukacita tetapi juga dalam dukacita. Empati lebih cenderung saat kita mengalami dukacita, yaitu baik secara tenaga dan morel maupun bantuan secara material sehingga betul-betul meringankan beban yang kita tanggung.
Cerita Yusuf dan suadara-saudaranya di Mesir sudah banyak kita bahas dengan berbagai topik. Kali ini kita coba mengenal diri kita apakah rasa simpati dan berempati kita berikan kepada sesama sesuai keadaan teman. Masa lalu Yusuf telah banyak mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dan mendatangkan penderitaan yang sangat berat dari sepuluh saudara-saudaranya (Benyamin masih kecil Kej 35:16-18). Tetapi akhirnya Yusuf berhasil menjadi penguasa negeri Mesir. Karena keadaan yang mendesak yaitu ekonomi yang sulit mendatangkan kelaparan mempertemukan kembali Yusuf dengan saudara-saudaranya bahkan dengan Yakub ayahnya. Betapa bahagianya Yusuf bertemu kembali dengan ayah dan saudaranya yang dia rindukan. Walau pun hubungan dengan saudara-saudaranya diwarnai dengan coretan hitam kelam, karena saudara-saudaranya pernah membenci dan hendak membunuh Yusuf karena rasa benci itu. Ayat renungan kita ini adalah jawaban simpati dan empati Yusuf kepada saudara-saudaranya yang hampir putus asa membayangkan balas dendam Yusuf, sebagai penguasa.
Simpati Yusuf kepada saudaranya itu menghilangkan rasa dendam, Yusuf mengerti rasa takut yang mendalam, itu simpati, ikut merasakan perasaan sesama, menyatu dengan saudaranya yang resah. Tetapi tidak hanya demikian, selanjutnya dia menanggung biaya dan kebutuhan saudaranya itu, Yusuf rela berkorban perasaan dan juga berkorban materi. Simpati itu berkata: “hidupmu adalah hidupku, bebanmu adalah bebanku.” Tidak sekedar sumbangan, tetapi tanggung jawab penuh, Yusuf melihat tanggung jawabnya kelak memelihara suatu bangsa yang besar.
Demikianlah Yusuf dari SIMPATI MENUJU EMPATI, mengangkat harkat hidup saudara-saudaranya. Dari rasa kasihan, selanjutnya menanggung tanggungan orang lain, itulah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus yang rela mati untuk kita manusia berdosa. Tuhan Yesus tidak hanya bersimpati, yaitu mengerti derita manusia berdosa, tetapi Dia berempati dengan terjun menanggung dosa manusia, walau beresiko menderita dan mati ditangan orang-orang yang tidak mengenal Allah.
Mari kita aplikasikan renungan ini dengan pokok berikut:
- Saat teman kedukaan, apakah dengan memberi tanda dukacita, sudah cukup menyatakan simpati Anda?
- Pernah Anda mengalami empati teman tatkala Anda dalam kesusahan?
- Setujukah Anda, dalam kebersamaan membawa kita berbagi rasa simpati dan empati.
Mari berdoa:
Bapa kami yang di sorga, kami terus mengasah rasa simpati dan empati kepada sesama khususnya dalam kedukaan. Firman Tuhan mengajar kami untuk bertolong-tolongan dengan sesama, dengan rasa tanggung jawab kebersamaan, kami memberi pertolongan, bukan sekedarnya dan bukan ikut-ikutan. Kami berbagi kasih, untuk kesejahteraan bersama, karena Tuhan telah lebih dulu mengasihi kami. Demikianlah doa kami, dalam nama Yesus. Amin [AS050922]