RICA-RICA
Views: 0
Bacaan: Matius 5:13
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Rica-rica atau terkadang hanya disebut rica adalah jenis bumbu pedas yang menjadi ciri khas masakan Minahasa. Rica adalah kata lain dari cabai. Yang menarik adalah bahwa meski rica ini lekat dengan lidah orang Minahasa, namun tanaman ini tidak berasal Sulawesi Utara, melainkan dari Meksiko. Menurut catatan Hamid Sadika dalam Tempo – Antropologi Kuliner Nusantara, orang Meksiko telah mengenal rica sejak + 7800 SM. Rica yang sebelumnya merupakan tanaman liar ini menyebar di seluruh Benua Amerika melalui suku Indian. Dan rica ini baru dikenal oleh bangsa Eropa sejak abad ke-15 M setelah Christoper Colombus membawa rica ini ke Spanyol (+ 1493). Rasa pedas cabai dipakai oleh bangsa Eropa untuk menggantikan rasa pedas lada hitam. Selain itu harga rica lebih murah dibanding dengan lada hitam.
Penyebaran rica terus berlanjut dari benua Eropa menuju ke benua Asia. Dan bangsa Spanyol-lah yang memperkenalkan rica ini pada orang Minahasa. Uniknya, meski Spanyol telah lama meninggalkan Sulawesi Utara, akan tetapi rica tetap tinggal di Minahasa bahkan menjadi bumbu dapur khas pada makanan di daerah itu. Etnis Minahasa menyukai rica pertama-tama karena panas yang dihasilkan dari pedasnya dapat menolong masyarakat untuk melawan hawa dingin pengunungan. Selain itu, rica atau cabai dapat menetralisir bau amis pada semua jenis daging yang disantap oleh orang Minahasa. Sejak abad 19, rica yang sebelumnya adalah bumbu makanan orang gunung akhirnya menyebar ke pesisir pantai seperti Manado, Amurang, dan Belang melalui hubungan perdagangan. Di kemudian hari, rica-rica yang dipadukan dengan cengkeh, pala, jahe, serta bawang merah, serai, kemangi, daun kunyit, dan daun jeruk untuk mengolah daging maupun ikan, telah menghasilkan olahan makanan seperti: ayam rica-rica, ikan bakar garo rica, babi rica, rica roa dll. Oleh sebab itulah rica merupakan atribut atau pelengkap pada setiap jenis nama makanan khas Minahasa / Manado.
Dari sejarah singkat ini, kita melihat bahwa perjalanan panjang melintasi ribuan kilometer dan ribuan tahun, akhirnya telah membuat rica sebagai ciri khas makanan Minahasa. Rica-rica dapat tinggal di hati orang Minahasa karena dapat menjawab kebutuhan baik rasa panas yang menghangatkan dan juga menetralisir bau amis daging. Meminjam istilah alm. Pdt. Eka Darmaputra, rica-rica ini telah menjadi signifikan dan relevan. Dan bukankah sudah seharusnya gereja juga demikian? Meski gereja telah melalui rentang waktu dan menempuh jarak yang panjang, akan tetapi ia akan dapat tersisih dan akhirnya terhilang bila kehilangan signifikansi dan relevansinya di tengah pusaran zaman. Tuhan Yesus mengingatkan kita, “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang”. Kita adalah garam dunia. Tuhan mengingatkan dan meminta kita untuk tidak menjadi tawar. Kita diminta untuk tetap asin sebab itulah jati diri kita. Kata yang diterjemahkan dengan “menjadi tawar” dapat diartikan juga sebagai “menjadi bodoh.” Dengan kata lain, gereja akan berubah menjadi tawar apabila ia memperbodoh diri dengan tidak peduli terhadap situasi dan kondisi yang selalu berubah. Gereja akan menjadi tawar apabila ia kehilangan signifikansi dan relevansi.
Seandainya waktu itu mengajar di Minahasa, mungkin Tuhan Yesus akan mengatakan “Kamu adalah rica. Jika rica itu menjadi tawar, dengan apakah ia akan dipedaskan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang”. Mari tetap menjadi signifikan dan relevan. Selamat berjuang, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Tuhan ajarlah kami agar peka melihat dan bersikap terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat terus menjadi signifikan dan relevan. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk mewujudkannnya. Terimakah Tuhan Yesus. Amin.