CAMPURSARI
Views: 0
Bacaan: 1 Petrus 2:12
“Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Beberapa waktu lalu, ada tetangga dari RT sebelah yang menyelenggarakan hajatan pernikahan anaknya. Dan dalam hajatan itu, disajian musik campur sari yang cukup gegap gempita dari siang sampai malam hari. Tak pelak kaca-kaca jendela di pastori Duren Sawit turut bergetar mengikuti hentakan instrumen bass dari musik campur sari tersebut.
Istilah campursari dalam dunia musik Indonesia mengacu pada percampuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Merujuk dari etimologi (bahasa), kata campursari dibentuk dari 2 kata bahasa Jawa, yakni campur dan sari. Istilah campur berarti campuran atau perpaduan, sementara sari diartikan sebagai inti sari atau yang terbaik dari sesuatu. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang musik campursari maka ini terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Secara sederhana, musik campursari merupakan perpaduan instrument gamelan dan instrument Barat yang tentu juga terkait dengan penggabungan tangga nada pentatonis dan diatonis.
Kembali kepada musik campursari ini, ternyata di kalangan masyarakat menengah ke bawah, musik ini sangat digemari. Oleh karena itu di banyak hajatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, musik campursari seringkali dipakai untuk meramaikan acara. Menurut saya, musik campursari ini sangat dekat dengan budaya masyarakat – khususnya masyarakat Jawa – yang sudah lebih dahulu mengenal gending dan langgam Jawa. Selain itu, lagu-lagu yang diciptakan untuk musik campursari ini mengangkat tema kerakyatan, problematika, mimpi dan sekaligus harapan rakyat dalam bahasa sehari-hari. Dengan kata lain, musik campursari menjadi corong dari pergumulan keseharian masyarakat dari kalangan apapun. Dengan kesederhanaannya, maka musik campursari menjadi jenis musik yang mampu membumi dengan baik.
Nah, berbicara tentang ‘membumi’ ini, maka mengingatkan kita tentang tugas panggilan kita sebagai orang-orang percaya. Bukankah Tuhan Yesus meminta kita untuk menjadi saksi di manapun kita berada. Orang-orang Kristen mesti ‘ajur ajer’ di tengah masyarakat. Maksudnya adalah ikut berbaur dan mengalir bersama dengan masyarakat tanpa kehilangan jatidiri dan karakter kekristenan. Oleh karena itu, di manapun kita berada, orang lain dapat merasakan damai sejahtera yang kita pancarkan. Bahkan di tengah-tengah kebencian sekalipun, identitas dan karakter kekristenan itu tetap dinyatakan. Petrus mengingatkan jemaat pada waktu itu, “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka”. Bukankah memang demikian seharusnya, yaitu kita melakukan tindakan-tindakan yang baik dan tidak mendukakan nama Tuhan? Apabila tidak ada ciri khas karakter dan identitas kekristenan yang dinyatakan, lantas apa bedanya kita dengan orang-orang lain yang tidak mengenal Tuhan?
Oleh karena itu, Saudaraku, ketika kita suatu kali mendengar musik campursari, kiranya kita juga teringat akan prinsip membumi yang mesti dilakukan oleh Anda dan saya. Dengan demikian, kapan dan di mana saja, kita dapat menjadi saksi Tuhan. Selamat berjuang Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami rindu agar kami dapat senantiasa melakukan hal-hal yang baik di dalam seluruh langkah kehidupan kami di manapun dan kapan pun sehingga dengan demikian kami dapat bersaksi akan kemuliaan nama-Mu. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk mewujudkannya. Terimakasih Tuhan Yesus, AMIN!