TIMLO SOLO ATAU ‘TEAM LOW SO SLOW’?
Views: 0
Bacaan: 1 Korintus 3:6-7
”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Menurut ahli sejarah, timlo merupakan sajian makanan yang terinspirasi dari sup kimlo. Kimlo sendiri merupakan makanan yang berasal dari tradisi makanan berkuah di kalangan etnis Tionghoa. Seiring berjalannya waktu, kimlo kemudian populer di masyarakat Jawa dengan nama timlo. Terdapat korespondensi fonetik (perubahan bunyi) dalam penyebutan dari kata kimlo (awalan dengan huruf ‘k’) ke kata timlo (awalan dengan huruf ‘t’). Perubahan ini umumnya terjadi karena adanya pelafalan oleh dialek berbeda dari dialek asal kata tersebut. Kalangan etnis Tionghoa dengan dialeknya menyebut kimlo, tetapi masyarakat Jawa mendengar dialek tersebut dengan sebutan timlo.
Di dalam semangkuk timlo terdapat irisan hati ampela ayam, dadar gulung, sosis solo, bihun, telur pindang, dan suwiran ayam goreng. Seperti juga sup pada umumnya, timlo ini juga berkuah bening, encer, dan segar. Dalam penyajiannya, timlo dapat dihidangkan dengan cara dicampur dengan nasi atau terpisah dengan nasi bergantung selera. Semangkuk timlo tersaji dan dapat dinikmati apabila semua bahan yang digunakan dimasak dengan matang sempurna serta dipadu dengan bumbu dan takaran kuah yang pas.
Melalui timlo kita dapat belajar tentang sinergi. Sinergi berarti bekerja bersama-sama. Sinergi merupakan suatu bentuk dari sebuah proses atau interaksi yang menghasilkan suatu keseimbangan yang harmonis sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang optimal. Sinergi inilah yang tergambar dalam semangkuk timlo solo. Dalam semangkuk timlo kita dapat merasakan perbedaan bentuk dan rasa di antara bahan-bahannya, seperti: irisan ampela, dadar gulung, sosis solo dan sebagainya. Akan tetapi masing-masing bahan itu tidak dapat berdiri sendiri agar dapat disebut sebagai timlo solo, bukan?
Persekutuan gereja ibarat semangkuk timlo. Persekutuan Gereja terbentuk dari berbagai latar belakang anggota jemaatnya. Kehadiran gereja akan dapat dirasakan apabila setiap anggotanya dapat bersinergi dengan baik. Persekutuan gereja sangat rentan dengan perpecahan dan perselisihan manakala masing-masing anggotanya saling menonjolkan diri. Ketika di Korintus terjadi perbedaan pendapat dari kalangan anggota jemaat dengan menyebut diri sebagai aliran Apolos ataupun Paulus, maka Rasul Paulus menasihatkan, ”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan”. Rasul Paulus menegaskan bahwa yang jauh lebih penting adalah kemuliaan nama Tuhan yang memberikan pertumbuhan dari persekutuan jemaat. Jadi, bila ada yang harus dipuji dan dimuliakan, tentu bukan dirinya ataupun Apolos, melainkan Tuhan sendiri. Peran Paulus dan Apolos hanyalah menanam dan menyiram saja. Akan tetapi tindakan menanam atau menyiram menjadi sia-sia bila Tuhan tidak memberikan kehidupan dan pertumbuhan.
Mari kita membuat persekutuan gereja menjadi seperti timlo solo yang setiap bahannya bersedia bersinergi. Jangan membuat gereja menjadi “team low so slow” alias tim yang kualitasnya jelek karena selalu terlambat dan tidak responsif. Bila gereja sungguh-sungguh mengandalkan dan menepatkan Tuhan sebagai yang utama, maka ia akan menjadi ‘TIMLO SOLO’. Namun sebaliknya, bila hanya mengandalkan diri sendiri, maka gereja akan menjadi “TEAM LOW SO SLOW”. Selamat berjuang, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami rindu untuk selalu menghayati bahwa setiap kami adalah anggota tubuh Kristus yang bersedia untuk bersinergi di antara kami. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk mewujudkannya. Terpujilah Nama-Mu, ya Kristus. Amin.