SAPU LIDI DAN SAPU IJUK
Views: 0
Bacaan: Roma 12:3 (TB 2)
”Berdasarkan anugerah yang diberikan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir sedemikian rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saudaraku, suatu kali sapu lidi berbicara kepada sapu ijuk, demikian: “wah, kamu enak ya ijuk. Kamu selalu ditempatkan di dalam rumah dan hampir-hampir tidak pernah bersentuhan dengan tanah atau sampah yang busuk”. Sapu ijuk merespon, “lidi, kita ini ditemparkan sesuai dengan fungsi masing-masing, lho. Kita punya tanggungjawab bersama, yaitu membuat rumah dan halamannya ini jadi bersih”. Sapu lidi tidak puas dan ia menyahut, “ah, itu kan karena mau-maumu saja. Emangnya saya tidak bisa membersihkan lantai sebersih dirimu? Aku pasti bisa. Coba aku diberi kesempatan, maka akan kutunjukkan bahwa aku pasti bisa menyapu lantai sampai bersih”. Sembari tersenyum, sapu ijuk berkata, “Kalau itu maumu, silahkan engkau menyapu lantai.” Dan akhir dari kisah ini tentu dapat ditebak. Sapu lidi memang tidak bisa membersihkan lantai sebersih sapu ijuk karena mereka memang memiliki fungsi yang berbeda.
Meski cerita tadi adalah kisah imaginer, akan tetapi kadangkala atau bahkan seringkali kita bersikap seperti sapu lidi. Kita kadang kala merasa bisa sama seperti yang lain, bahkan merasa lebih baik dari mereka, bukan? Kita lupa untuk melakukan self essesment (menilai dirinya sendiri berkaitan dengan kompetensi), sehingga tidak tahu kemampuan diri yang sesungguhnya. Kepada Jemaat Roma, Rasul Paulus menasihati, demikian: ”Berdasarkan anugerah yang diberikan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir sedemikian rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing”. Nasihat Paulus ini sangat terkait dengan ajakannya tentang keterlibatan setiap anggota jemaat dalam pelayanan.
Meski demikian, Paulus memberikan catatan: Pertama, jangan memikirkan hal-hal yang lebih tinggi. Dengan kata lain, angggota jemaat diminta untuk memikirkan apa yang bisa dijangkau agar bisa juga dilaksanakan. Lidi mesti berpikir sebagai lidi, bukan merasa mampu seperti ijuk. Paulus meminta anggota jemaat untuk dengan rendah hati sedia melakukan self assesment. Bila ‘berpikir lebih tinggi dari apa yang bisa dijangkau’ ini terus menguasai hati, maka tanpa sadar seseorang akhirnya akan memandang yang lain sebagai rival. Berpikir apa yang tidak bisa dijangkau justru akan membuat seseorang terganggu pikirannya. Kedua, hendaklah kamu berpikir sedemikian rupa. Frasa ini dapat diterjemahkan sebagai ”berpikirlah dengan bijaksana / jernih.” Kita perlu mengatur, mengelola atau menguasai pikiran kita sedemikian rupa sehingga pikiran-pikiran kita merupakan pikiran-pikiran yang bijaksana. Dengan berpikir bijaksana / jernih, maka kita akan dapat memilih dan memilah manakah pikiran yang bersifat merusak dan mana yang membangun. Ketiga, menguasai diri. Bila kita telah melakukan self assesment dan berpikir dengan bijak, maka seharusnya kita akan terhindar dari sikap ‘trouble maker’ yang sukanya mengganggu pekerjaan orang lain.
Saudaraku, mungkin kita ini adalah sapu lidi bukan sapu ijuk atau sebaliknya kita ini sapu ijuk bukan sapu lidi. Meskipun sama-sama untuk menyapu, namun fungsinya akan optimal bila berada di tempat yang tepat. Mari kita mulai dari hal yang paling sederhana, yaitu: _ jangan memikirkan hal-hal yang lebih tinggi._ Selamat berjuang, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, seringkali kami gagal untuk melakukan self assesment sehingga mudah untuk merasa iri hati terhadap orang lain. Kiranya Tuhan menolong agar kami dapat dengan kerendahan hati memeriksa diri, berpikir dengan bijaksana dan menguasai diri. Terimakasih Tuhan Yesus, Amin.