BERSAING DENGAN KEBENARAN
Views: 0
Bahan: I Samuel 20:30-31
Lalu bangkitlah amarah Saul kepada Yonatan, katanya kepadanya: “Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu? Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh. Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati.”
Bersaing dengan kebenaran, pastilah kebenaran yang menang, namun kebenaran manusia adalah subyektif, hanya Tuhanlah kebenaran sejati. Kebenaran yang subyektif itu terlihat dari sikap atau pendirian seseorang yang gampang berubah-ubah, hal seperti itu selalu kita lihat di masyarakat kita. Demikian juga kita lihat orang memaksakan kebenarannya, tetapi kandas karena akhirnya dia bergabung (berkoalisi) dengan pihak yang dulu dia berseberangan.
Bahan renungan kita berintikan, rencana raja Saul agar Yonatan anak sulungnya akan menggatikan dia sebagai raja Israel. Hal seperti itu suatu kebiasaan atau kewajaran, dengan pemerintahan dalam bentuk monarki. Saul sebagai raja Israel mempunyai kuasa kepada siapa tahta kerajaan diserahkan, dan tentunya dia serahkan kepada anaknya, yaitu Yonatan dan itu suatu kewajaran. Namun Saul melihat suatu kenyataan bahwa ada saingan berat, yang sangat bepotensi menjadi raja Israel, yang disebutnya anak Isai, yaitu Daud. Dari sisi kehendak Tuhan telah terlihat bahwa Daud adalah pilihan Tuhan untuk menjadi raja Israel. Dari sisi lain, Saul berencana agar kerajaan harus jatuh ke tangan Yonatan, dan Saul merasa mampu mewujudkannya, dia mau bersaing dengan kebenaran.
Bagaimana dengan Yonatan? Dia seorang yang gagah, sebagai pahlawan yang dapat dibanggakan. Tetapi dia berpikir lurus, walau pun gagah sebagai pahlawan, dia melihat Daud lebih gagah, dan disisi lain dia telah berpikir bahwa Daud itu pilihan Allah. Karena itu Yonatan memandang Daud bukan sebagai saingan, tetapi sebagai teman. Demikian juga Daud sangat menghormati Yonatan sebagai pahlawan terutama dia sebagai putera raja. Yonatan dan Daud, dua pemuda itu telah bersepakat untuk saling menghargai dan saling mengasihi. Siapa pun nanti menjadi raja, mereka akan saling mendukung dan saling mengasihi. Raja Saul telah merasakan sikap Yonatan anaknya itu, tetapi di situlah dia hendak bersaing dengan kebenaran. Bahan renungan kita menegaskan bagaimana Saul marah kepada Yonatan, yang disebutnya: anak sundal kurang ajar, kau memberi aib bagi perut ibumu, dan akhirnya Saul mengatakan: anak Isai itu yaitu Daud harus mati. Sejak saat itu Saul berusaha dan menjadikan Daud buruannya untuk dibunuh. Sikap Saul ini menganggap kerjaan Israel itu adalah milik keluarganya atau perusahaan milik pribadinya. Sudah berapa kali Saul melihat bahwa Tuhan melindungi Daud, tetapi Saul tetap hendak bersaing dengan kebenaran dan akhirnya rencana Tuhan yang jadi, Daud menggantikan Saul sebagai raja Israel. Sayang sekali Yonatan tidak sempat melihat Daud sebagi raja, karena dia telah tewas dalam peperangan dengan orang Filistin. Bangsa kita sudah bergejolak menuju pergantian pimpinan pemerintahan dan Lembaga pemerintahan. Akan kita dengar rencana para calon pemimpin itu, untuk kita dibutuhkan pemikiran yang kritis dan tanggung jawab sebagai warga negara, agar kebenaran tidak jauh dari bangsa kita.
Kita bersyukur prinsip NKRI, Pancasila, UUD 1945, menjadi “kebenaran” yang telah teruji mampu mempersatukan rakyat Indonesia dari sabang sampai Merauke. Semoga pemimpin selanjutnya mampu menegakkan kebenaran itu untuk negeri ini.
Kita aplikasikan renungan ini dengan pokok berikut:
- Wajarkah Saul raja Israel, menghendaki Yonatan anaknya menggatikan dia?
- Coba ingat, siapa raja-raja yang memerintah Israel?
- Kepemimpinan di negeri kita didasarkan pada prinsip demokrasi, menurut Anda apakah sudah berjalan baik?
Mari berdoa:
Bapa kami yang di sorga, Engkau pemimpin di muka bumi ini, kami mohon Engkau juga menempatkan pemimpin di tengah masyarakat dan bangsa kami. Jauhkan bangsa kami dari perpecahan yang telah direkatkan dari Sabang sampai Merauke dalam falsafah Pancasila. Itulah kerinduan kami, menuju pembangunan bangsa dan negara kami semakin maju. Demi Kristus kami berdoa, Amin. [AS040923]