HARI INI AKAN MENJADI HARI YANG BAIK
Views: 0
Bacaan: Markus 4:35-41
Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”
Sahabat Kristus, bapak ibu saudara, para muda dan para anak,
Seperti yang saya sampaikan minggu lalu,
Tak selalu kita dapat merasakan kenyamanan dan kekuatan sejak bangun pagi. Adakalanya tubuh merasa lemah; mungkin disebabkan karena “salah makan” di hari kemarin. Atau bisa juga disebabkan adanya persoalan arau pikiran negatif yang menguasai. Ini semua bisa membuat tubuh kita “berbicara” agar kita mengambil waktu untuk menenangkan diri dan meminta kita melakukan pemulihan bagi tubuh yang lemah ini.
Ada 3 hal yang dapat kita pelajari dari bacaan kita di atas sehubungan pemulihan. Minggu lalu, yang pertama dengan judul: “Sebelum Waktu Tuhan Tiba”. Saya aka menyampaikan “Hari Ini Akan Menjadi Hari Yang Baik”. Dan yang ke 3, minggu depan ya…
Sahabat, kisah kegelisahan, kekuatiran dan kemarahan para murid di tengah badai, bisa menjadi kisah kita juga. Bayangkanlah ketika badai datang, kita mungkin saja lalu memikirkan bahwa mereka lalu dikuasai kegelisahan karena justru memikirkan apa yang akan terjadi dalam badai itu. Kalau saja badai yang begitu besar melumatkan hidup mereka, lalu bagaimana dengan keluarga/orang-orang yang mereka kasihi? Atau mereka juga bisa menyesali bahwa mengapa kemarin tak melakukan ini, atau itu? Mereka juga bisa berlaku berlarian ke sana kemari, entah itu berguna atau tidak, karena jika seseorang ketakutan , langkah menjadi tak bertujuan. Terbukti ketika mereka malah “menegur” Tuhan Yesus yang sedang tidur di Buritan. Sekali lagi pertanyaan kita adalah: bukankan yang nelayan adalah mereka? Mengapa “memarahi” Tuhan Yesus?.
Apa yang mereka lakukan pada saat badai datang itu, memperlihatkan bahwa dalam keadaan menghadapi tantangan badai itu, mereka tak bisa mengendalikan pikirannya. Ketidak mampuan ini, membuat mereka jadi salah “tembak”, karena yang disalahkan adalah Yesus. Mungkin juga sebelumnya mereka sudah saling menyalahkan, dan memandang bodoh orang-orang disekitarnya, yang mengambil sikap sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, dan situasinya di tengah badai itu. Bukankah dalam kehidupan kita juga seringkali seperti para murid di tengah badai itu. Kita tak bisa mengendalikan pikiran liar yang muncul di kepala kita, dan memandang salah dan buruk orang-orang di sekitar kita. Kita lalu dikuasai kemarahan dan malah malah salah sasaran. Berapa banyak dalam kehidupan kita, kita lalu dikuasai kekuatiran, kekecewaan dan kemarahan, baik pada diri sendiri maupun pada orang di sekitar kita, karena suatu yang tak bisa kita kendalikan?
Pertanyaannya adalah: Dalam menyikapi gelombang hidup ini apakah langkah yang kita ambil adalah suatu yang memang membawa dampak yang baik bagi diri dan bersama, atau apakah memberikan/meninggalkan luka dan kekecewaan pada mereka yang lain? Oleh karena itulah itulah kita perlu mengendalikan pikiran kita ketika badai datang. Pengendalian pikiran dibutuhkan agar kita tak begitu saja mengikuti arus dan gelombang yang muncul. Pada saat badai datang, pikiran kita dapat menjadi ditawanan oleh perasaan yang hadir . Pikiran kita dapat ditawan oleh kesedihan/kekecewaan, kemarahan, dan kekuatiran.
Pikiran yang ditawan oleh perasaan negatif dalam diri kita selalu menghasilkan efek yang negatif pada orang lain. Menuding, memaki, kekerasan mental juga fisik, bahkan juga ikut menyebarkan gosip, adalah tindakan yang sering terjadi karena tak mampu mengendalikan pikiran. Dalam situasi di mana kita mengalami persoalan hidup, maka marilah kita pertama-tama mengendalikan pikiran. Pikiran yang loncat ke sana-ke mari kita “tangkap” dan kendalikan, pertama dengan Iman kita kepada Tuhan. Walau sebenarnya para murid menyalahkan Tuhan Yesus atas suatu yang seharusnya tak seharusnya Tuhan disalahkan, namun hari itu sebenarnya juga adalah hari dibukakannya Kebenaran Illahi bahwa Tuhan Yesus adalah Raja atas alam ini. Ia mampu menenangkan badai. Tindakan yang tak bisa dilakukan oleh orang biasa. Jadi, Firman Tuhan ini membuat kita yang sedang menghadapi tantangan hidup yang membuat kita tak nyaman, kita dipanggil untuk selalu datang kepada Nya. Dialah sumber kekuatan dan pertolongan. Dialah yang membuat kita tak takut akan hidup ini, selama Dia, Tuhan Yesus ada si perahu hidup kita. Lalu kendalikanlah pikiran -pikiran yang mendorong kita untuk berbuat yang bisa hanya mencederai. Kita tak menghendaki pikiran buruk dan negatif kita mencederai anak-anak dan keluarga kita, mencederai sahabat kita, mencederai rekan-rekan kita. Mengendalikan pikiran berarti memilih manakah pikiran yang menghasilkan tindakan yang membangun, yang sesuai dengan kehendak Tuhan, kalau di gereja (yang sesuai dengan Tata Gereja).
Kita tak pelu menjadi sempurna selalu (memang siapa kita yang bisa selalu sempurna?) Namun kita bergerak menuju ke kesempurnaan. Alasan inilah juga yang membuat bahwa kita akan mengendalikan pikiran dan diri; jika itu akan menghasilkan tindakan permusuhan, kekerasan, pertikaian bahkan perpecahan. Jadi Kendalikan pikiran kita.
Dengan Iman yang penuh kepada Tuhan dan pengendalian pikiran, kita melepaskan diri dari ketegangan pada harus menjadi sempurna. Karena hanya Kristus yang sempurna. Kita akan menerima segala ketidaksempurnaan masa lampau sebagai bagian hidup kita. Kita akan menjadi seorang manusia yang yang bersandar terus pada Tuhan. Setiap “hari ini” adalah moment kita untuk melakukan yang terbaik yang Tuhan sediakan bagi kita. Dan masa depan kita serahkan pada kebesaran Tuhan Allah, karena hanya Dialah yang sanggup menghalau badai hidup kita. Nah kita jadi selalu percaya bahwa Hari ini akan menjadi hari yang baik. (LiN-RH, 27-09-2023)