Semua Membutuhkan Kasih
Views: 0
Bacaan : Lukas 10:27
Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Ada banyak orang dalam kehidupan ini yang terlena bahwa untuk dapat bahagia kita hanya perlu memenuhi kenyamanan diri sendiri saja. Fokus pada kenyamanan sendiri, membuat banyak orang kehilangan kasih. Jika ia seorang ayah yang hanya fokus pada kenyamanan diri, maka sepak terjangnya bukanlah untuk menunjukkan kasih kepada keluarga apalagi pada sekitarnya. Semua gerak dan kerja ayah yang demikian, kelihatannya sedang mengasihi keluarganya, namun fokusnya ternyata adalah bagaimana ia dan keluarganya nyaman hari ini dan kelak. Menyedihkannya adalah, sesungguhnya secara otomatis, fokus pada kenyamanan ini berefek menggelinding kepada anggota keluarganya yang lain juga. Keluarganya yang lain; anak-anaknya misalnya, akan tumbuh menjadi sosok pencari kenyamanan pula. Dan lagi mengerikannya, para pencari kenyamanan ini, jika ia tak peduli lagi cara mendapatkannya, lalu keluarganya, anak-anaknya misalnya, akan melangkah lebih jauh lagi, bahkan dapat menjadi sosok jahat dan kejam demi kenyamanan diri saja; kan guru (baca ayah) kencing berdiri, anak kencing berlari. Siapakah diantara kita yang terus berjuang untuk menjauhkan diri menjadi “ayah” yang demikian?
Dalam bacaan kita, Tuhan Yesus menjawab pertanyaan menjebak dari seorang ahli Taurat. Seorang yang kelihatannya, pemikirannya dan penampilannya hebat namun sesungguhnya dipenuhi iri hati, dan tipu muslihat: “Apa yang harus ku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”. Tuhan Yesus langsung membawanya pada dasar kehidupan kekal yakni mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesama manusia. Lalu dengan penjelasan ttg bagaimana seorang seharusnya mengasihi sesama manusia spt perumpamaan tentang Sang Samaria Yang Baik Hati. Kisah ini mau berkata bahwa walau kau telah bergabung sebagai golongan dan orang yang hebat spt sj Imam dan Lewi, namun jika tak mau memberi perhatian/kasih kepada sesamamu yg kesusahan, maka kau belum menjalankan hukum kasih itu.
Imam dan Lewi yang melewati ia yang menderita, terjebak dengan segala kecurigaan dan kekuatiran tanpa dasar sehingga tak segera memperlakukan sesama manusia spt diri sendiri. Dalam hal ini ” Monkey Mind ” sering lebih berkuasa atas diri dibanding kasih kepada Tuhan dan kasih kepada Sesama.: ” Monkey Mind ” itu berbisik: “Jikalau dia saya tolong, dia akan membalas dengan kebaikan ndak ya?”. Atau “Ah dia bisa urus dirinya sendiri saja lah”, atau “Biar orang lain yang tolong” atau “jangan ah nanti temen-temenya/keluarganya jadi ikut-ikutan datang, minta tolong kepada saya” atau “ah masih banyak kebutuhan saya” dll (bisa masih banyak alasannya, karena monkey mind itu bisa mengeluarkan seribu/sejuta alasan yang loncat-loncat ke sana kemari; sementara itu, ia yang sedang “membutuhkan” ada di hadapan. Dengan melengos, menunda, dan menhan, jadilah kita tak peduli pada sesama. Namun berlawanan dengan apa yang dilakukan Sang Samaria adalah menunjukkan cintanya kepada sesama (titik), dan itulah cara terbaik yang ia lakukan untuk menolong Sang menderita. Sang Samaria itu mestilah berpikir: “Coba bayangkan jika saya ada di tempat itu, maka saya butuh segera ditolong”. Atau: “Jika Tuhan Allah ada di sini, apa yang akan Ia lakukan?”; Spt sang Samaria itu, segera turun tangan menunjukkan cinta kasihnya sebagai sesama manusia. Tidak dibiarkan ia yang menderita tergeletak.
Jadi, inilah perintah Hukum Taurat dan diingatkan kembali oleh Tuhan Yesus yakni setiap orang membutuhkan Cinta/Kasih. Mari, jangan jauhkan hidup kita dan keluarga kita dari Kasih dan menggantinya dengan kenyamanan semata. Kenyamanan itu relatif dan bila ia dibiarkan berkuasa, maka ia akan bisa menjadi monster ganas yang menghancurkan diri mu sendiri. Siapa bilang, seorang yang telah punya kenyamanan ini itu, jika tak ada sosok yang mengasihi dan menerimanya apa adanya, tak akan mengalami pedihnya kesepian, yang mengantarnya pada keinginan menghilangkan nyawanya? Walau ini juga berhubungan dg “penyakit”, namun ini tak mengelakkan kita untuk menjukkan kasih dengan penerimaan dan respek, apalagi kepada keluarga kita. Siapa bilang tidak bisa, jika engkau menyadari bahwa kau punya bahkan banyak kekurangan namun kau bisa tetap kuat dan bahkan bisa bersyukur atas nafas dari Tuhan yang masih ada ini. Apalagi jika tahu bahwa ada orang-orang yang terus dan tetap mengasihi mu walau bagaimanapun keadaanmu. Dan ingatlah jikapun kau merasa tak ada orang di sekitar mu yang kau rasa menyayangimu, sesungguhnya nafasmu mu itu adalah tanda dan “suara” bahwa engkau berharga. Tuhan Allah Sang pemilik nafas, menghargai mu untuk hidup di dunia ini. Jadi nafasmu itu menunjukkan bahwa Tuhan Allahmu mengasihimu dan engkau berharga di mataNya.
Nah, marilah kita terus menghargai kasih yang telah kita miliki dari orang-orang di sekitar kita tetutama marilah kita menghargai dan bersyukur atas Cinta Kasih Tuhan Allah kepada kita dalam Yedus Kristus, yang menebusmu dari kehampaan kepada hidup yang berharga dan dicintai. Setelah itu, marilah kita membawa tindakan kasih kepada sesama kita, karena mungkin saja ada orang yang terhibur, dikuatkan dan tertolong oleh kehadiranmu. Karena demikianlah kita menjadi, sebagai orang Kristen yang berharga dan dikasihi Tuhan, yang memiliki kehidupan kekal. Immanuel, Tuhan bersama kita
(LiN-RH, Rabu 15-11-2023)