SUARA KENABIAN UNTUK PENGUASA
Views: 0
Bahan: Daniel 5:25-28, Inilah tulisan yang tertulis itu: Mene, mene, tekel ufarsin. Inilah makna perkataan itu: Mene: masa pemerintahan tuanku dihitung oleh Allah dan telah diakhiri; Tekel: Tuanku ditimbang dengan neraca didapati terlalu ringan; Peres: kerajaan tuanku dipecah dan diberikan kepada orang Media dan Persia.
Saudara-saudari yang dikasihi Kristus, Tuhan sering “berbicara” menyampaikan kuasanya melalui mimpi, penglihatan, dll. Seperti Tuhan menyatakan masa depan negeri Mesir melalui mimpi Firaun, dan dijelaskan oleh Yusuf maknanya. Nebukadnezar juga bermimpi dan Daniel, seorang Yahudi sebagai orang buangan, memberi arti mimpi itu dan terjadi, dijalani oleh raja Nebukadnezar. Dari bahan renungan ini, raja Belsyazar dalam suatu perjamuan istananya, tibat-tiba ada sepotong telapak tangan yang memegang alat tulis, dan menulis sebuah kalimat: “Mene, mene, tekel ufarsin,” tulisan itu asing bagi seisi istana, diminta juga kepada para orang bijak, yaitu ahli nujum dan ahli jampi untuk membaca dan mengartikannya. Tidak ada seorang pun yang dapat mengartikannya. Peristiwa itu membuat raja gelisah ketakutan.
Permaisuri, berkata: ada seorang yang penuh dengan roh para dewa yang kudus, dia dapat membaca dan menyatakan makna tulisan itu, dialah Daniel. Dengan rela Daniel akan menyatakan maknanya, dengan tidak akan menerima hadiah yang telah dijanjikan raja. Di sinilah dibutuhkan Suara Kenabian Kepada Penguasa, walau suara atau makna tulisan itu suatu hukuman kepada raja. Makna tulisan itu bukan janji kejayaan, tetapi kehancuran dan akhir kekuasaan raja itu. Tidak ada suatu beban atau ketakutan pada Daniel untuk menyampaikan makna tulisan itu, yang isinya hukuman kepada raja, dan kerajaan Babel akan direbut oleh bangsa Media dan Persia. Demikian juga raja Belsyazar mendengar dengan tenang, bahkan sempat memerintahkan agar hadiah yang dia janjikan itu diberikan kepada Daniel. Dengan tenang raja menerima makna tulisan itu. Pada malam itu juga terbunuhlah raja, dan kerajaan Babel runtuh oleh Persia dan Media.
Sebagai orang Kristen dan kehadiran Gereja di negeri ini, menyuarakan “suara kenabian” adalah tugas kita. Bapak TB Simatupang dengan penghayatannya bahwa “Pembangunan adalah pengamalan Pancasila,” turut disebut-sebut oleh penguasa di jaman Orde Baru. Seorang teolog Jerman Dietrich Bonhoeffer, seorang pemrakarsa untuk menentang kekejaman Hitler, demikian dia menyuarakan suara kenabian bagi penguasa, akhirnya Hitler menggantung dia. Kemungkinan resiko seperti itu akan muncul. Apakah dibayangi resiko ini maka kita enggan menyuarakan suara kenabian di masyarakat kita, atau karena alasan lain? Saya rasa suara kenabian dari kita tidak harus berskala besar, tetapi dilingkungan kecil, lingkungan kerja atau kantor. Di mana kita menyuarakan kebenaran sesuai firman Tuhan, di mana kita menolak atau melawan kejahatan sesuai firman Tuhan, maka itulah suara kenabian kita.
Kita aplikasikan renungan ini dengan pokok berikut:
- Di setiap penolakan oleh sekelompok atas kehadiran bangunan gereja, di sana selalu kandas “suara kenabian” kita, apa penyebabnya?
- Apakah Anda mempunyai tips untuk kita menyampaikan “suara kebenaran”? di masyarakat kita?
- Apakah menurut Anda kita cukup berbicara tentang kasih, kebenaran, keadilan sesuai firman Tuhan, hanya untuk kalangan jemaat gereja saja?
Mari berdoa: Bapa surgawi, kami telah menerima firman Tuhan, kami berusaha agar firman Tuhan itu menjadi dasar hidup, usaha dan kerja kami. Karena itu karuniakan hikmat agar suara kenabian, suara kebenaran, kasih dan keadilan dapat kami sampaikan baik dalam lingkup kecil maupun besar sesuai dunia kehidupan kami. Dalam Kristus kami mohon, Amin. [AS180324]