SABBATUM SANCTUM
Views: 0
Bacaan: Matius 27:61 (TB 2)
“Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ duduk di depan kubur itu.”
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saudaraku, hari ini kita bersama-sama dengan orang-orang percaya di bawah langit, memperingati “Sabbatum Sanctum”. Sabbatum sanctum berarti “Hari Sabat Suci”. Oleh karena itu, Sabbatum sanctum juga disebut sebagai Sabtu Sunyi atau Sabtu Sepi atau Sabtu Suci. Pada hari Sabbatum sanctum ini, kita memperingati saat di mana tubuh Yesus Kristus dibaringkan di kubur setelah pada hari Jumat Agung IA mati disalibkan. Sekaligus kita menyongsong hari Paskah pada keesokan harinya di mana Tuhan Yesus bangkit dari kematian-Nya.
Ada sebagian orang Kristen yang bertanya tentang peringatan Sabbatum sanctum ini. Pertanyaan yang seringkali muncul adalah: bagaimana cara memperingati hari Sabtu Sunyi ini? Peringatan Sabtu Sunyi pada umumnya dilaksanakan dalam keheningan. Meski dalam keheningan, namun tentu tidak senantiasa berbicara tentang soal kesedihan, melainkan refleksi dan evaluasi diri atas pengurbanan Kristus sampai mati dan dikuburkan. Sabtu Sunyi adalah keheningan yang menjembatani antara Jumat berdarah dengan Minggu bergelora, jembatan antara kematian Anak Domba dengan Kebangkitan Yesus Kristus – Sang Mesias. Yang penting untuk direnungkan di dalam Sabtu Sunyi ini adalah kesalehan yang dalam dan keluhuran yang agung di dalam pribadi Kristus. Pada masa interval ini membentang antara harapan yang kandas dari para murid dan kejutan yang tidak diharapkan dari episode kemesiasan Yesus. Dia mati, namun tidak seperti yang diharapkan dan dibayangkan oleh pengikut-Nya. Situasi mencekam karena para murid tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sabtu Sunyi adalah masa pengharapan, meski kita tidak tahu pasti apa yang dapat diharapkan; sekaligus masa menanti, meski tidak tahu pasti apa yang sedang dinantikan. Lebih dari itu, Sabtu sunyi itu adalah masa dimana ketakutan untuk mengharapkan, dan kekuatiran untuk berani menanti menjadi suatu kristalisasi situasi yang dingin dan mencekam. Menanti dengan penuh harap di tengah-tengah ketidakpastian, inilah situsi yang dirasakan oleh Maria Magdalena dan Maria yang lain yang berada di depan kubur Tuhan Yesus. Tindakan ini memperlihatkan betapa mereka sangat terpukul, sedih dan hancur akibat peristiwa kematian Yesus. Mereka hanya bisa terdiam dan tidak mampu berbuat apa pun.
Apakah mereka tidak beriman? Rasanya tidak. Justru dalam kisah selanjutnya, kedua perempuan inilah yang pertama kali menerima kabar tentang kebangkitan Kristus. Ternyata, kesedihan dan kehancuran tidak menghalangi Allah untuk berkarya di dalam hidup manusia. Inilah makna Sabtu Sunyi. Tanpa Sabtu Sunyi, kita tidak akan mengetahui bahwa kesedihan dan kehancuran pun tidak luput dari rengkuhan Allah. Bersedih bukan tanda orang tidak beriman. Allah menyatakan keselamatan-Nya dalam ragam rasa kehidupan.
Situasi takut dan kuatir dapat menjadi sebuah suasana yang mencekam bagi jiwa kita. Dalam situasi itu, mungkin saja kita terperangkap dalam ketakutan, situasi yang mencekam, tanpa harapan dan kehilangan segalanya, bahkan kita nyaris tidak berbuat apa-apa karena kita tidak tahu harus berbuat apa. Dengan mengenangkan Kristus, maka kita dapat kembali memiliki harapan bahwa Tuhan Yesus hidup untuk kehidupan kita. Dalam kesunyian ini kita diajak untuk merenungkan bahwa masih ada pengharapan akan kemenangan di tengah-tengah krisis yang kita alami. Selamat menghayati Sabbatum sanctum, Saudaraku! Selamat melanjutkan perjuangan, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, adakalanya kami begitu gundah menghadapi berbagai pergumulan dan persoalan kehidupan. Kiranya perenungan di dalam Sabtu sunyi kali ini, menolong kami untuk benar-benar menghayati bahwa Engkau merengkuh kami di dalam setiap pergumulan, sehingga kami tetap dapat memelihara pengharapan. Dengan demikian kami dapat melanjutkan kehidupan dengan keberanian. Terimakasih Tuhan Yesus, Amin.