”TRANCAM”
Views: 0
Bacaan: Yeremia 17:8 (TB 2)
“Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi sungai, dan tidak takut akan datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kekeringan, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saudaraku, ketika masih tinggal di asrama semasa menjalani pendidikan teologi, ada salah satu menu olahan sayuran yang cukup sering hadir di meja makan saat makan siang di asrama. Menu ini adalah “trancam”. Trancam adalah makanan khas Jawa Tengah yang mirip dengan urap. Biasanya, trancam terdiri dari sayur-sayuran mentah seperti kacang panjang yang dipotong-potong kecil, timun yang dipotong dadu, tauge, dan daun kemangi yang disajikan dengan parutan kelapa tua serta bumbu halus yang harum. Memang setiap kali menu ini dihidangkan, selalu muncul komentar, “ya… trancam manéh, trancam manéh!” Artinya: “ya, trancam lagi, trancam lagi”. Maklum pada waktu itu, kami belum memahami maknanya.
Seiring dengan perjalanan pelayanan, saya semakin memahami makna dari sayur trancam ini. Sayur trancam ternyata melambangkan kesegaran, kebersamaan, dan keharmonisan. Sayuran mentah yang digunakan dalam trancam menggambarkan kehidupan yang segar dan penuh energi, sementara parutan kelapa tua melambangkan kelembutan. Sampai di sini, saya harus menertawakan kebodohan diri sendiri setiap kali mengingat menu makan siang di asrama dahulu. Mungkin saja Almh. Ibu Hadi, ibu asrama kala itu, berharap agar kami para mahasiswa teologi ini selalu segar penuh energi selama menjalani pendidikan teologi, dapat saling mendukung dan menguatkan sesama mahasiswa teologi serta belajar untuk hidup dalam kerukunan dan keharomisan.
Saudaraku, filosofi trancam ini mengingatkan kita tentang sikap iman kita kepada Tuhan. Bukankah iman itu mesti selalu segar dan bertumbuh ke arah kedewasaan? Nah, agar selalu segar dan bertumbuh di dalam iman, maka anak-anak Tuhan mesti selalu hidup dengan mengandalkan Tuhan, bukan mengandalkan diri sendiri. Nabi Yeremia memberikan nasihatnya kepada umat Yehuda kala itu bahwa siapa saja yang hidup dengan mengandalkan Tuhan, akan menjadi orang-orang yang diberkati. Yeremia memberikan alasannya, demikian: “Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi sungai, dan tidak takut akan datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kekeringan, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”. Menjadikan Tuhan sebagai pusat hidup kita sesungguhnya merupakan tindakan yang sudah seharusnya karena Dialah pencipta kita. Dan jika, kita menjauh dari Tuhan, maka sesungguhnya kita sedang berjalan kepada kematian. Apa yang disampaikan oleh Yeremia ini menarik untuk diperhatikan, yaitu bahwa meski ditanam di tepi air, pohon itu sendiri merasa perlu merambatkan akar-akarnya ke tepi sungai. Melalui akar-akarnya, pohon itu tetap berusaha untuk mendekati sumber hidupnya. Demikianlah seharusnya sikap iman kita! Sebagai pengikut Kristus, kita mesti berupaya untuk selalu dekat dengan Tuhan dan menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan kita. Kita mesti selalu mengingat bahwa sesungguhnya, sejak awal kita diciptakan untuk bersekutu dan bukan berseteru dengan Allah.
Saudaraku, kiranya sajian sayur trancam hari ini menggungah kesadaran kia semua untuk selalu menjalani hidup dengan semangat karena diwarnai oleh kesegaran, kebersamaan, dan keharmonisan sebagai berkat dari kedekatan kita dengan Tuhan, Sang Sumber Kehidupan. Oh ya, bagi yang telah memasuki dan menjalani kehidupan pernikahan, trancam juga melambangkan harapan akan kehidupan pernikahan yang sehat, segar, dan penuh dengan berkah. Semua harapan itu dapat terwujud apabila kita tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri, melainkan dengan pertolongan Tuhan. Mari kita selalu berupaya dekat dengan Tuhan. Selamat berjuang, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami rindu agar iman kami senantiasa segar, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan di dalam kehidupan. Kami rindu untuk menjadi seperti pohon yang ditanam di tepi air, di mana akar-akarnya akan selalu mencari sumber air. Kiranya Roh Kudus menolong kami agar memiliki sikap selalu mengandalkan Engkau. Terimakasih, Tuhan Yesus, Amin.