YERUSALEM, YERUSALEM!
Views: 0
Bacaan: Lukas 13: 34-35
Salam sejahtera. Semoga kita tidak meniru sikap orang-orang di Yerusalem yang keras hati, tidak mau menerima orang yang memberitakan kehendak Allah, bahkan membunuh nabi-nabi dan melempari orang yang diutus Tuhan (Lukas 13:35).
Mengapa orang Yerusalem menolak Nabi-Nabi dan Utusan Tuhan? Penolakan ini karena mereka menolak firman Tuhan. Nabi-nabi diutus untuk menyampaikan pesan pertobatan, keadilan, dan kasih setia, tetapi bangsa Israel sering menolaknya karena merasa nyaman dengan kebiasaan dan tradisi mereka yang sering bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Yerusalem sering kali disebut sebagai kota yang dikasihi Tuhan, tetapi juga dikritik keras karena kejahatannya. Yesus sendiri meratapi kejahatan Yerusalem dan penolakan mereka. Mereka lebih suka mendengar nubuat palsu yang memberi kenyamanan daripada kebenaran yang menegur dosa mereka. Mereka menyembah berhala dan hidup dalam sinkretisme, walau telah berjanji setia kepada Tuhan. Mereka melakukan ketidakadilan sosial dan penindasan terhadap orang lemah. Para hakim dan imam korup dan menerima suap. Mereka lebih mengutamakan kepentingan politik dan kekuasaan daripada menjalankan kehendak Allah. Para pemimpin agama dan bangsawan Yerusalem merasa terancam oleh nabi-nabi yang menegur dosa mereka. Misalnya, nabi Yeremia pernah dipenjara dan diancam hukuman mati karena menyampaikan nubuat kehancuran Yerusalem (Yeremia 26:8-9). Janda, anak yatim, dan orang asing yang harusnya dilindungi malah ditindas. Mereka tetap melakukan ritual keagamaan, tetapi hati mereka jauh dari Tuhan. Para imam dan pemimpin agama menyalahgunakan Bait Suci untuk kepentingan pribadi, seperti memperdagangkan hewan kurban di halaman Bait Allah. Mereka menolak Yesus dan memilih menyalibkan-Nya. Namun, Tuhan tidak meninggalkan Yerusalem selamanya. Dia berjanji akan memulihkan Yerusalem dan menjadikannya Yerusalem baru, pusat kerajaan-Nya di masa depan (Wahyu 21:2).
Pelajaran bagi kita adalah Jangan sampai kita mengeraskan hati terhadap firman Tuhan. Jangan hidup dalam kemunafikan agama, ibadah seremonial saja tetapi kita hidup dalam iman anugerah Tuhan. Hal ini menjadi peringatan bagi kita agar kita membuka hati terhadap Firman Tuhan, meskipun itu menegur kesalahan kita. Kita tidak mengeraskan hati terhadap kebenaran, melainkan bertobat dan kembali kepada Tuhan. Kita tidak menolak anugerah Kristus, tetapi menerima keselamatan yang diberikan-Nya.
Kata-kata Yesus dalam Lukas 13:34-35 adalah ratapan penuh kasih atas Yerusalem yang keras hati. Yesus, Sang Mesias, mengungkapkan kerinduan-Nya untuk menyelamatkan kota itu, tetapi penduduknya terus-menerus menolak Allah. Mereka membunuh nabi-nabi dan menolak Yesus sebagai Juruselamat. Akibatnya, Yerusalem akan mengalami kehancuran. Namun, Yesus juga berjanji akan datang kembali di masa depan, saat Yerusalem akhirnya mengakui-Nya sebagai Mesias.
Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada seseorang yang menyampaikan kasihnya, lalu kasih itu ditolak. Ini adalah tragedi yang sangat pahit. Itulah yang terjadi dengan Yesus di Yerusalem. Yesus tetap datang kepada manusia, tetapi manusia menolak Dia. Menolak kasih Allah akan membangkitkan murka Allah.
Yesus menyatakan bahwa rumah Yerusalem akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dalam konteks ini, “rumah” bisa merujuk pada Bait Suci, pusat ibadah orang Yahudi. Penolakan mereka terhadap Yesus membawa konsekuensi: Allah tidak lagi berdiam di tengah-tengah mereka.
Bait Allah, yang seharusnya menjadi tempat perjumpaan manusia dengan Allah, akhirnya kehilangan kemuliaan-Nya. Ini menjadi kenyataan ketika Bait Suci dihancurkan oleh tentara Romawi pada tahun 70 M. Penghancuran ini merupakan penggenapan dari apa yang Yesus katakan: Allah menyerahkan Yerusalem kepada musuhnya karena mereka menolak anugerah keselamatan.
Yerusalem adalah kota yang seharusnya menerima Mesias dengan sukacita, tetapi justru menolaknya. Yesus mengungkapkan bahwa berkali-kali Ia rindu mengumpulkan mereka, seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya. Ini adalah gambaran kasih yang sangat dalam. Sayangnya, mereka menutup hati mereka.
Karena penolakan ini, Yerusalem harus menanggung akibatnya. Sejarah mencatat bahwa kota ini mengalami berbagai penderitaan. Selain kehancuran Bait Allah, kota ini juga mengalami peperangan, pengusiran, dan penderitaan yang berkepanjangan. Ini adalah akibat dari menolak Tuhan yang telah berusaha menyelamatkan mereka.
Minggu Pra-Paskah Kedua mengajak kita untuk semakin dalam merefleksikan hidup, khususnya dalam hal pertobatan, pengampunan, dan pemulihan hubungan dengan Tuhan serta sesama. Kita diajak untuk merenungkan bagaimana mengikut Yesus bukan sekadar percaya tetapi juga taat dan setia, bahkan dalam penderitaan. Memahami makna salib sebagai pengorbanan yang membawa keselamatan.
Dalam Lukas 13: 35, Yesus tidak hanya berbicara tentang penghukuman. Ia juga menyampaikan sebuah janji: “Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” Ini bisa memiliki dua makna: Beberapa hari setelah perkataan ini, Yesus memasuki Yerusalem dalam peristiwa Minggu Palma. Orang-orang menyambut-Nya dengan sorak-sorai, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Matius 21:9). Namun, sambutan itu hanya bersifat sementara. Yesus akan datang Kembali, hal ini menjelaskan bahwa saat Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan, semua orang akan mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Mari kita membuka hati kita bagi-Nya, menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan hidup dalam kehendak-Nya. Kiranya kita semua berkata dengan segenap hati: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”.
Makna lirik KJ 155 ayat 3 sangat erat dengan ratapan Yesus atas Yerusalem. Yerusalem sebagai “ibu,” melambangkan kota yang seharusnya menjadi pusat iman dan kasih Allah bagi umat-Nya. Namun, kota ini justru menjadi tempat yang menolak utusan Tuhan. “Nabi-nabi kaubunuh, dan yang diutus padamu engkau lempari batu” ini menjelaskan tentang penolakan Israel terhadap para nabi yang diutus Tuhan. “Merindu Yesus, Putra Daud, mengumpulkan anakmu” Yesus, keturunan Daud, memiliki kerinduan untuk menyelamatkan umat-Nya. Dia ingin mengumpulkan mereka seperti induk ayam yang melindungi anak-anaknya, tetapi mereka menolak.”Engkau ternyata tidak mau, sebab terlalu angkuh”, Yerusalem menolak Yesus karena kesombongan spiritual mereka. Pemimpin agama lebih mementingkan hukum Taurat secara legalistik daripada menerima kasih dan anugerah Tuhan yang dibawa oleh Yesus. Lagu ini mengingatkan kita agar tidak mengeraskan hati seperti orang-orang Yerusalem. Kita diajak untuk menerima kasih dan keselamatan Kristus dengan rendah hati, bukan menolak Dia karena kebanggaan atau kenyamanan pribadi. Mari kita menyanyikan KJ. 155 ayat 3. Yerusalem, o bundaku, nabi-nabi kaubunuh, dan yang diutus padamu engkau lempari batu. Merindu Yesus, Putra Daud, mengumpulkan anakmu; Engkau ternyata tidak mau, sebab terlalu angkuh. Amin.
Berdoa:
Ya Tuhan, jauhkan sikap keras hati, tidak mau menerima firman yang menegor dosa kami, beri kerendahan hati menerima firman Tuhan, dalam nama Yesus kami berdoa. Amin