DIAJAK MENARI OLEH ALLAH
Views: 0
Bacaan: Mazmur 8: 1-10
Salam sejahtera, kiranya hari ini kita semakin terdorong untuk menyanyikan kemuliaan dan keagungan Tuhan sebagaimana diungkapkan dalam Mazmur 8:2.
Dalam kalender liturgi Kristen, Minggu Trinitas dirayakan pada Minggu pertama setelah Pentakosta. Hari ini kita diajak untuk merenungkan dan merayakan doktrin Allah Tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus—satu Allah dalam tiga Pribadi yang kekal, setara, dan penuh kasih.
Tritunggal bukan berarti kita mengimani tiga Allah, melainkan satu Allah dalam tiga Pribadi. Dasar keyakinan ini bersumber dari kesaksian seluruh Kitab Suci, termasuk dalam 1 Yohanes 5:7 yang menyatakan: “Bapa, Firman, dan Roh Kudus adalah satu.” Seluruh kisah penyelamatan dalam Alkitab berakar pada karya Bapa sebagai perencana, Anak sebagai penebus, dan Roh Kudus sebagai penyempurna.
Tritunggal juga berarti kita mengakui bahwa Allah adalah Pribadi yang relasional. Relasi adalah bagian dari hakikat Allah sendiri: Bapa mengasihi Anak, Anak menaati Bapa, dan Roh Kudus mengikat relasi itu dan membagikannya kepada manusia. Dalam kasih-Nya yang saling memberi dan menerima, Allah mengundang kita masuk dalam persekutuan kasih tersebut.
Karena kita diciptakan menurut gambar Allah Tritunggal, maka kita pun diciptakan untuk relasi, kasih, dan komunitas. Itulah panggilan Gereja: untuk hidup dalam kesatuan, kasih, dan misi, meneladani Allah yang adalah kesatuan dalam keragaman.
Mazmur 8 membawa kita kepada kekaguman akan karya Allah Bapa. Ketika kita berdiri di bawah langit malam dan memandang bintang-bintang, tidakkah kita merasa sangat kecil? Itulah yang dirasakan pemazmur—rasa takjub dan heran atas perhatian Allah kepada manusia yang begitu kecil dibandingkan kemegahan ciptaan-Nya.
“Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?” (Mazmur 8:5)
Dalam ayat ini, kata “manusia” memakai istilah Ibrani ’enosh, yang berarti makhluk yang rapuh, terbatas, dan lemah. Namun justru manusia seperti itulah yang diingat oleh Allah, diperhatikan, bahkan dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat.
Inilah rahasia kasih Allah Tritunggal: Ia memilih yang hina untuk dimuliakan. Bukan karena kehebatan manusia, melainkan semata-mata karena kasih-Nya. Allah bukan hanya mencipta lalu menjauh; Ia adalah Allah yang mengundang manusia ke dalam relasi kasih yang kekal dan penuh keintiman.
Allah memuliakan manusia dengan mengundang manusia menari dalam Kasih-Nya. Dalam teologi terdapat istilah perichoresis—secara harfiah “saling-tinggal”, atau “berputar bersama” , relasi timbal balik, saling berdiam antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya saling hadir, saling meresapi, dan saling melibatkan diri satu sama lain, dalam kesatuan kasih yang dinamis dan tak terputus. Secara kiasan “tarian kasih ilahi” adalah antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Allah tidak pernah sendiri; Ia hidup dalam relasi kasih yang kekal. Lebih dari itu, Ia mengundang kita ikut menari: Bukan penonton di pinggir panggung. Bukan figuran tanpa peran. Melainkan penari yang bergerak dalam irama kasih, kebenaran, dan kuasa Allah.
Iman bukan sekadar percaya di pikiran, tetapi melangkah dalam kasih, menyelaraskan diri dengan ritme kebenaran, dan turut serta dalam gerakan keselamatan.
Musuh Allah adalah mereka yang menolak menari. “Dari mulut bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkam musuh dan pendendam.”— Mazmur 8:3. Musuh Allah bukan hanya serangan luar; musuh Allah adalah siapa pun yang menolak kasih, tidak mau ikut menari, memilih jalan sendiri, bukan jalan kebenaran.
Musuh Allah dibungkam dengan memakai yang lemah seperti anak anak membungkam imam-imam kepala dan Farisi (Matius 21: 15-16). Pujian dari bayi bayi menggambarkan penyembahan yang murni bagi Allah dari yang lemah, hina, rendah, bukan dari orang yang merasa kuat, hebat.
Setelah dimuliakan, manusia diberi kuasa atas “buatan tangan Allah”. Kuasa ini: Bukan untuk menindas atau mengeksploitasi tetapi untuk merawat atau memeilihara ciptaan, lingkungan hidup. Bukan untuk dominasi egois tapi untuk melanjutkan karya kasih Allah. Bukan mencederai harmoni tapi untuk menari selaras kehendak Sang Pencipta. Kuasa kita harus mencerminkan kasih, bukan keserakahan. Murid yang sejati adalah orang yang berpartisipasi dalam karya Allah yang mencipta dan memelihara.
Mazmur 8 adalah undangan Allah bagi manusia yang kecil, hina, dan lemah untuk masuk dalam tarian kasih-Nya. Iman berarti ikut menari dalam kasih Allah. Pujian adalah gerak yang menyesuaikan diri dengan irama kekal Allah. Ketaatan adalah langkah tarian di panggung dunia, di hadapan Allah Sang Sutradara Agung.
Ajakan bagi kita: Apakah kita mau menari bersama Allah? Bukan tarian popularitas, bukan tarian ego, melainkan tarian kasih, kebenaran, dan keagungan: Tarian iman yang mengikuti jejak Kristus, Tarian pengharapan yang dipimpin Roh Kudus, Tarian kekal yang dimulai sekarang dan berlanjut selamanya.
Marilah kita menari, menyanyikan lagu yang merdu untuk memuji Allah, Karya besar yang agung benar, tlah dilakukanNya terhadap umatNya seperti lirik lagu KJ. 292 – 1. Tabuh gendang! Sambil menari nyanyikan lagu yang merdu! Bunyikanlah gambus, kecapi: mari memuji Allahmu! Karya Besar yang agung benar t’lah dilakukanNya terhadap umatNya! amin
Berdoa :
Ya Allah yang Mahamulia, Engkau melihat kami yang hina, tetapi mengangkat kami untuk menari dalam kasih-Mu. Ajar kami mengikuti langkah-Mu, hidup dalam irama kebenaran, dan memelihara karya tangan-Mu. Kami mau ikut menari bersama-Mu, dalam iman, dalam pujian, dalam kasih yang tak berkesudahan. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
