MENTAL SCARCITY
Views: 0
Bacaan: Matus 6:33-34
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Bila berada di sebuah acara jamuan makan bersama, pernahkah Anda melihat dan memperhatikan adanya orang yang mengambil makanan secara berlebih-lebihan di piringnya, seolah-olah dirinya itu sedang kelaparan? Atau masih ingatkah kita dengan peristiwa panic buying terhadap masker, handsanitizer, alkhol, desinfektan, susu, vitamin C dan sebagainya di masa pandemi ini?
Ya, gejala-gejala tersebut merupakan perwujudan dari apa yang disebut sebagai ‘mental scarcity’. ‘Mental scarcity’ adalah cara berpikir seseorang di mana ‘rasa takut’ menjadi acuan dari pemikirannya. Apa yang menguasai pikirannya adalah rasa takut bila kehabisan atau tak mendapat bagian.
‘Scarcity’ itu sendiri merupakan istilah dari dunia ekonomi yang mengacu pada adanya kesenjangan antara sumber daya yang tidak mencukupi dengan kebutuhan teoretis yang dimiliki orang untuk sumber daya ini. Kelangkaan inilah yang mengharuskan para ekonom mempelajari bagaimana mengalokasikan sumber daya secara efektif, serta menilai biaya peluang dan pengurangan risiko. Pada awalnya, ‘scarcity’ ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran bahwa kelangkaan sumber daya dapat menyebabkan masalah besar seperti kelaparan, kekeringan, dan bahkan juga perang. Oleh karena itu perlu upaya bersama antara para ekonom, pemerintah dan pelaku pasar supaya dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya itu secara efektif dan efisien.
Nah, ‘mental scarcity’ ini muncul manakala manusia mendasari pemikirannya itu dengan pikiran bahwa sumber daya itu tidak akan cukup untuk semua, sehingga mendorong dirinya agar ‘jangan sampai kekurangan atau tidak mendapat bagian’. ‘Mental scarcity’ inilah yang menyebabkan panic buying, munculnya penimbun barang / sembako, rakus saat mengambil makanan dan sebagainya.
Saudaraku, sadarkah Anda, bila ternyata ‘mental scarcity’dalam lingkup diri sendiri ini juga seringkali muncul dan dilakukan? Contohnya: pelit (karena jika berbagi nanti aku jadi kekurangan), tidak senang terhadap keberhasilan orang lain, menawar harga serendah-rendahnya, mengambil makanan seperti orang kelaparan saat prasmanan, dan sebagainya. ‘Mental scarcity’ adalah kekuatiran yang berlebih-lebihan, sehingga membuat seseorang bertindak negatif dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Tuhan Yesus dalam sebuah ajaran-Nya, menasihati agar orang-orang percaya tidak dikuasai oleh kekuatiran yang berlebih-lebihan. Karena kekuatiran yang berlebihan tidak akan dapat menambah satu hasta pun pada jalan hidup manusia. Agar para pengikut Tuhan tidak dikuasai oleh kekuatiran, maka Tuhan Yesus mengajarkan, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”.
Ajaran Tuhan Yesus itu mengajak agar kita menjadikan Kristus Yesus sebagai Tuhan atas seluruh aspek hidup kita atau menempatkan-Nya sebagai prioritas utama dalam hidup kita. Dengan demikian, maka niscaya bahwa Tuhan pasti akan mencukupkan kita. Dan ketika Tuhan ditempatkan sebagai penguasa hidup kita, maka kita akan menjadi berhikmat untuk dapat mengelola rasa kuatir itu dengan baik sehingga kekuatiran hari ini cukup untuk hari ini. ‘Scarcity’ itu dibutuhkan agar kita waspada dan menjadi bijak, namun jangan sampai jatuh dalam ‘mental scarcity’.
Selamat berjuang, Saudaraku! Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga
Doa:
Terimakasih, ya Tuhan, karena Engkau kembali mengingatkan kami agar senantiasa menempatkan Engkau sebagai prioritas di dalam kehidupan kami. Dengan demikian kami dapat terhindar dari rasa kuatir yang berlebih-lebihan. Kami percaya bahwa Roh Kudus akan menolang kami agar dapat melakukan kehendak-Mu ini. Di dalam Kristus kami sudah berdoa. Amin.