LANGIT BERWARNA HIJAU
Views: 0
Bacaan: Amsal 27:22
”Sekalipun engkau menumbuk orang bodoh dalam lesung, dengan alu bersama-sama gandum, kebodohannya tidak akan lenyap dari padanya”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Suatu kali, seekor kerbau dan seekor burung hantu sedang terlibat adu argumentasi terkait dengan warna langit. Menurut kerbau, langit itu berwarna hijau. Dalih yang digunakan adalah bahwa nenek moyangnya sejak dahulu telah mengajarkan bahwa warna langit itu adalah hijau. Dengan nada agak tinggi, burung hantu menyanggah pendapat si kerbau. Burung hantu dengan mantap mengatakan bahwa warna langit itu biru. Ia juga memberikan alasan berdasarkan buku-buku ilmu pengetahuan yang sudah dibacanya. Tidak terasa sudah hampir dua jam mereka berdua berdebat tentang warna langit tersebut. Akhirnya, dengan nada jengkel burung hantu mengajak kerbau untuk menghadap raja rimba untuk meminta nasihat.
Sesampai di tempat raja rimba, mereka berdua menceritakan maksud kedatangannya. Setelah merenung sejenak, si raja rimba bertanya kepada kerbau, “Kerbau, menurutmu apakah warna langit itu?” Dengan mantap, kerbau menjawab, “hijau!”. Raja rimba menyahut, “Kalau itu keyakinanmu, maka jawabmu itu benar, kerbau! Sekarang pergilah dari hadapanku!” Kerbau pergi dengan langkah kemengangan dan hati gembira karena merasa jawabannya dibenarkan oleh raja rimba. Giliran burung hantu yang kebingungan melihat sikap raja rimba tersebut. Dalam bingungnya, Burung hantu bertanya kepada raja rimba, “Tuanku, saya tidak dapat mengerti sikap paduka. Sudah puluhan tahun saya menjadi penasihat tuanku dan tidak sekalipun nasihat hamba itu keliru. Tetapi mengapa sekarang paduka membenarkan jawaban kerbau yang jelas-jelas salah?”
Raja rimba menyahut, “burung hantu, engkau ini hanya membuang-buang waktu saja. Semua juga sudah tahu bahwa langit itu berwarna biru. Mengapa engkau masih saja berdebat dengan kerbau yang memang tidak mau mempelajari kebenaran. Kerbau itu hanya ingin berdebat denganmu. Bagaimanapun juga engkau berupaya membuktikan bahwa langit itu berwana biru, maka kerbau tidak akan menerimanya. Ia hanya mau membenarkan dirinya sendiri. Dan yang paling konyol, hai burung hantu, engkau mengganggu waktuku hanya untuk meminta pembenaran atas sesuatu yang semua mahluk mengetahui kebenaranannya bahwa lagit itu berwarna biru”.
Dalam kehidupan, kita kadang berjumpa dengan orang-orang yang hanya meminta pendapatnya diterima, meskipun semua orang tahu bahwa pendapat itu keliru. Sebanyak apapun bukti-bukti yang kita berikan kepada orang ini, maka ia tidak akan dapat menerimanya. Bagi dirinya apa yang menjadi keyakinannya itulah yang paling benar, sementara yang lain itu salah. Sikap ini adalah sikap fanatis dan sekaligus bodoh. Sebab orang-orang yang semacam ini hanya ingin melayani keegoisannya sendiri. Kesenangannya hanyalah berdebat dan berdebat untuk membenarkan pendapat dan pandangannya yang sebetulnya salah itu. Apabila kita terjebak di dalam pola berpikir itu, yaitu melayani dia untuk berdebat, maka yang ada hanyalah membuang-buang waktu saja dan akhirnya menyisakan emosi dan kejengkelan.
Di masa lalu, penulis Amsal sudah melihat kecenderungan seperti itu. Oleh sebab itulah ia memberi nasihat, ”Sekalipun engkau menumbuk orang bodoh dalam lesung, dengan alu bersama-sama gandum, kebodohannya tidak akan lenyap dari padanya”. Upaya kita untuk memberikan pengertian
kepada orang-orang yang memang tidak mau mengerti karena pikirannya sempit, hanyalah usaha sia-sia. Bagi orang-orang yang (maaf) “bodoh” seperti itu, kebenaran itu hanyalah sebatas apa yang ada dipikirannya saja.
Mari kita bersikap semakin bijak, jangan terpancing untuk masuk dalam perdebatan yang hanya membuang waktu. Oke, bila sekarang saya bertanya kepada Anda, “apakah warna langit itu?, apakah jawabmu?”
Selamat berjuang saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami rindu untuk memiliki sikap yang bijak sehingga tidak terjebak di dalam perdebatan-perdebatan yang tidak perlu. Kami percaya hikmat-Mu akan menuntun kami. Terimakasih, ya Tuhan Yesus. Amin.