DALAM YANG BIASA DAN KERENDAHAN HATI
Views: 0
Bacaan: 2 Raja-Raja 5: 1-15
Kita menerima Tuhan sebagai sosok yang penuh kuasa. Kebesaran dan karyaNya tak dapat kita kendalikah dan tak dapat kita atur. Namun seringkali kita lupa pada hal ini;Jika Tuhan mau berkarya, kita mengaturNya agar Ia berkarya sesuai dengan kehendak kita. lalu kita menutup mata akan kemungkinan-kemungkinan lain yang Allah dapat kerjakan. Hal inilah yang seringkali menyebabkan kita tak dapat melihat dan merasakan apa dan bagaimana Allah berkarya. Hidup kita seolah kering dan jauh dari karya Tuhan, namun sesugguhnya semua itu dapat terjadi hanya karena kitalah yang tak membiarkan diri kita sendiri unutk melihat dan merasakan kebesaran dan kuasaNya.
Jika hal tersebut di atas terjadi pada kita, maka kita perlu membuka mata dan hati kita agar mau melihat berbagai karya Allah yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita.kisah tentang Naaman,seorang perwira yang disembuhkan dari kustanya, dapat menjadi perenungan yang mengajak kita untuk mau membuka hati dan pikiran gar mau membuka mata hati dan pikiran kita untuk melihat karya besar Tuhan dalam cara yang biasa.
Naaman adalah seorang Panglima Raja Aram. Ia adalah seorang Pahlawan yang disayangi Sang Raja. Namun Naaman sakit Kusta. Dalam keadaan sakitnya tu, tentulah Naaman telah berusaha berobat dan mencarid pertolongan untuk kesembuhan penyakitnya. Suatu saat, pelayannya, seorang anak perempuan, tawanan dari Israel, menunjukkan cara agar ia disembuhkan, yakni ia harus pergi kepada seorang Nabi di Israel. Seorang anak perempuan? Dan seorang pelayan pula? Apakah anak perempuan, tawanan, seorang pelayanan, layak ia dengarkan untuk menunjukkan jalan kesembuhannya? Anak perempuan ini terlalu “biasa” untuk dapat didengarkan. Ternyata Naaman tak hanya dmendengarkan, namun ia juga mengikuti apa yang ditunjukkan oleh anak perempuan itu. Lalu merekapun pergi ke Israel. Singkat cerita, merekapun sampai di Israel dan berjumpa, dengan Nabi Israel itu, Elisa. Dalam hati dan pikiran Naaman, jika ia seorang Nabi Israel, maka pastilah ia akan mendapat penghormatan. Juga, Jika nabi yang hebat dan sakti maka nabi itu pasti akan menyuruhnya melakukan berbagai ritual dan usaha berat serta meminta bayaran yang mahal, untuk memberikannya kesembuhan. Namun apa yang dilakujkan oleh Elisa? Bahkan ke luar, untuk menjumpainya saja, tidak. Malahan juga yang diminta oleh Elisa, untuk kesembuhannya, hanyalah agar ia mandi jutuh kali di sungai Yordan. Terkejutlah Naaman, atas sikap dan perintah Elisa yang remeh untuk penyakit beraaat yang dideritanya. Mengapa harus sungai Yordan, lalu ia menyerbutkan sungai lainnya yang jauh lebih baik: lebih jernih dan lebih indah yang lebih layak baginya dibanding sungai Yordan. Syukurlah, walau diawali dengan kesangsian sedemikian rupa, namun Naaman menurut juga. Dan sembuhlah Naaman.
Kisah Naaman ini, seringkali menggambarkan kehidupan kita. Selain kita ingin selalu dikhususkan karena ingin diberi penghormatan, kita juga seringkali meremehkan hal-hal yang biasa: orang-orang yang biasa atau tempat2 yang biasa saja, yang telah ada di sekitar kita.
Orang atau tempat biasa yaitu yang biasa aitu kita degarkan dan lihat dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali tidak kita pedulikan, padahal jika kita mau peka, ternyata Tuhan juga dapat memakai mereka yang biasa yaitu, untuk menjukkan kebesaran dan kekuasaaan Allah. Anak-kecil, orang tua, kakak, adik, teman baik, rumah kita, binatang peliharaan, tanaman , burung-burung yang terbang di sekeliling, langit, matahari, bintang, bulan bahkand nafas kita sehari-hari yang melekat pada ddiri kita, dapat menjadi alat di tangan Tuhan untuk menyampaidkan kebesaran Tuhan. Kita seringkalii terjebak pada karya yang harus spektakuler, “tremendous”, luar biasa; lalu kitapun seringkali mencari kuasa dan kebesaran Allah melalui orang dan tempat yang tidak /belum/sangat jarang kita jumpai. Kepuasan kita adalah ketika kita mendengar, melihat, merasakan yang belum pernah kita kenal, belum pernah kita ketahui dan belum pernah kita dengar. Yang sudah biasa, tidak ada kuasa Allah di dalamnya.
Jika demikian halnya, pantaslah jika kita tak mendapatkan “penghormatan”; diperlakukan secara “khusus”, sebagai orang istimewa atau jika tidak melihat dan mendengar hal yang biasa, maka hidup terasa hambar, dan dipenuhi “sakit”. Tak ada gairah untuk memberi, taka da gairah untuk bersikap baik, taka da gairah unutk memuliakan Tuhan dengan lidah dan perbuatan kita, karena sukacita dan kekuatan kita sangat tergantung pada kehebatan dan keistimewaan yang tidak biasa, yang tidak biasa dilihat dan diterima. Padahal bukankah yang tidak biasa, yang luar biasa itu tidak akan pernah jabis-habisnya? Karena, kelak yang luar biasa itu, lama kelamaan akan menjadi yang biasa juga. Demikian juga ketika kekuatan dan kebaikan kita ditentukan oleh sikap orang lain terhadap kita yang harus terus menerus menghormati kita; Memang siapa kita? kadang, sama seperti kita, orang-orang di sekitar kita, yang memang mengasihi dan menghormati kita, mereka juga memilki saat-saat tertentu sehinga tak dapat menunjukkan sikap seperti yang kita kehendaki. Bukan karna mereka tak mengaihi dan menghormati kita, namun karena ada sebuah keadaan dan kondisi mereka yang membuat mereka berlaku demikian. Sama Halnya seperti Elisa yang tak keluar menjumpai Naaman, pastilah ada alasan dan situasi tertentu yang membuat ia tak menjumpai Naaman secara khusus, namun Elisa kan tetap menunjukkan jalan Tuhan bagi Naaman. Dalam hal ini, untuk dapat melihat dan mengalami kuasa dan karya kasih Allah, selain membuka hati pada hal-hal yang biasa, maka yang dibutuhkan adalah kerendahan hati kita.
Biarlah melalui perenungan kali ini, kita dapat memahami bahwa Karya Kasih Allah dalam kehidupan kita dapat kita alami melalui hal-hal yang biasa yang kita terima dalam kerendahan hati. Kiranya Tuhan menolong kita, memberikan kita karunia unutk dapat melihat dan merasakan kebesaran dan Kuasanya di tengah kehidupan kita sehari-hari, sehingga hidup kita dipenuhi sukacitaNya selalu. Dengan kerendahan hati, biarlah kita menyambut setiap karya Tuhan yang mengalir kepada kita dan melalu kehidupan kita, bagi mereka yang membutuhkannya dan membuat hidup mereka juga dipenuhi sukacita Tuhan. Kerendahan hati kita menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang mau menerima dan membuka hati bagi cara Tuhan memberi kepada kita dan memakai kita. (LiN21-03-2022)