WARUNG TENDA SEA FOOD – PART 1
Views: 0
Bacaan: Yesaya 55:8-9
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Kira-kira tengah malam, kami tiba di kota Banyuwangi setelah seharian melakukan perjalanan darat dari kota Surabaya. Karena perut lapar, maka sebelum menuju ke gereja kami berlima mampir di sebuah warung makan tenda lesehan yang bertuliskan “sea food” dengan gambar-gambar ikan laut, cumi dan kerang. Kami pun segera meminta daftar menu untuk memesan makanan.
Namun, setiap kali kami menyebut jenis menu sea food yang di tulis dalam daftar itu, si mas-mas penjual selalu mengatakan, “maaf, kosong”. Menurutnya yang tersedia adalah: pecel lele, ayam goreng, bebek boreng, lalapan, tahu dan tempe goreng. Mendengar jawaban si mas-mas tadi, kakak saya bertanya, “iki sea food-té pancen wis entēk, opo piye?” (“Ini sea food-nya memang sudah habis atau bagaimana?”) Kemudian dijawab, “memang namung niku, le sadean. Sea food-te njih namung lele kemawon.” (memang hanya itu yang kami jual. Sea food-nya hanya lele saja). Rekan kakak saya berkomentar, “sejak kapan lele bisa dadi sea food?” (sejak kapan lele bisa jadi sea food?) Akhirnya kami memilih menu yang ada saja, yang penting bisa segera mengisi perut.
Setelah si mas-mas penjual itu pergi untuk menyiapkan masakan, Bunda pun berkata, “ya mungkin bagi si mas-mas itu, semua jenis ikan dianggap sea food”. Anak kakak saya berkata, “lelenya berenang dari Bali, tante. Sampai di Banyuwangi udah jadi sea food.” Kami pun tertawa. Saya juga berkomentar, _“memang kadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan, ya…?! Tapi ya, bersyukur masih bisa makan.”
Ya betul! Di dalam hidup ini, kadang kala kita menjumpai bahwa apa yang kita harapkan seringkali tidak terwujud. Bahkan kenyataan itu malah bisa berbeda sama sekali dengan harapan kita. Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita menyikapi hal itu. Apakah kita akan marah atau mengeluh kepada Tuhan, ataukah melihat dan memaknainya dengan sudut pandang yang lain?
Salah satu episode sejarah kehidupan umat Yehuda adalah pembuangan di Babel. Umat memang telah hidup jauh dari Tuhan dengan menuruti kehendak mereka sendiri. Namun, berada di pembuangan Babel tidak pernah ada dalam bayangan mereka. Pembuangan di Babel dipakai oleh Tuhan sebagai sarana untuk menegur dan mengajar umat. Pada akhirnya, umat pun menyadari bahwa apa yang mereka alami, bukanlah sebuah hal yang buruk dari Tuhan. Dalam kesadaran itulah, nabi Yesaya menyampaikan pesan Tuhan, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu”. Ya, rancangan yang Tuhan sediakan bagi umat, adalah rancangan yang Tuhan buat untuk kebaikan. Meski untuk menjalaninya perlu perjuangan tersendiri.
Apa yang sedang dialami saat ini, bisa saja berbeda dengan harapkan kita. Mungkin Tuhan sedang mengejarkan kepada kita tentang rancangan-Nya. Perlahan namun pasti, kita akan dapat melihat apa yang sesungguhnya Tuhan kehendaki atas diri kita. Sebuah pelajaran indah di malam hari di sebuah warung tenda lesehan “sea food”, yaitu bahwa jangan kita bersandar pada rancangan diri sendiri, melainkan berjalanlah sesuai dengan rancangan Tuhan. Yakinlah bahwa rancangan Tuhan adalah kebaikan bagi kita. Selamat berjuang, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, walau kadang kami tidak memahami apa yang kami alami saat ini, namun kami rindu untuk meniti rancangan kabaikan yang Engkau siapkan bagi kami. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk dapat bergerak seiring rencan-MU itu. Terimakasih, ya Tuhan Yesus. Amin.