PENTOL KOREK
Views: 0
Bacaan: Yakobus 1:19-20 (TB 2)
”Saudara-saudaraku yang terkasih, ingatlah hal ini: Setiap orang hendaknya cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah, sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Suatu kali saya tertarik untuk memerhatikan komentar-komentar yang diberikan oleh warga net untuk menanggapi satu kalimat yang diunggah oleh sebuah akun dalam forum grup diskusi kristiani di media sosial. Saya memperhatikan bahwa sebagian besar komentar yang diberikan itu bernada tidak setuju bahkan ada juga yang menulis dengan huruf besar semua sebagai simbol kemarahan. Dan kalimat yang diunggah itu berbunyi: “Saudaraku, camkanlah hal ini: Seorang Lelaki Batak dilarang menikah dengan Pria Jawa!” Beberapa contoh komentar itu adalah: RASIS (dengan huruf besar semua); Tidak ada satu ayat Alkitab yang melarang pernikahan orang Batak dan Jawa, bro!; mainnya kurang jauh nih anak!; SESAT (dengan huruf besar semua) dan sebagainya. Walau sebagian besar komentar itu bernada marah, akan tetapi saya masih menemukan beberapa komentar yang menanggapi dengan slow, seperti misalnya: ha…ha..ha… cerdas; Setuju bro, lelaki dan pria memang tidak boleh menikah!; dan sebagainya.
Apa yang saya sampaikan tadi itu menggambarkan bertapa mudahnya orang untuk berkomentar dengan emosi dan marah, tanpa terlebih dahulu mencerna kalimat itu dengan baik. Seandainya diskusi tadi itu terjadi di dunia nyata, sepertinya akan dapat muncul pertikaian antara orang yang mengucapkan kalimat itu dengan mereka yang menanggapi. Ada sebuah idiom yang seringkali digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang mudah marah tanpa berpikir dan mencerna dengan baik, yaitu: “manusia pentol korek!”. Anda tahu pentol korek api, bukan? Betul! Pentol korek api itu akan segera menyala ketika ia digesek. Dan setelah korek itu menyala, maka ia dapat membakar barang-barang yang ada di sekitarnya. Korek yang sudah menyala itu dapat berakibat buruk dan merusak.
Nah, memerhatikan betapa mudahnya sebuah persekutuan itu hancur karena kemarahan, maka Yakobus menasehati, ”Saudara-saudaraku yang terkasih, ingatlah hal ini: Setiap orang hendaknya cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah, sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah”. Yakobus mengingatkan bahwa seseorang tidak akan cepat untuk marah apabila ia mendengarkan dan mencerna apa yang didengarnya itu dengan baik. Ingat mendengar sangat berbeda dengan mendengarkan. Mendengar itu bisa dilakukkan sambil lalu. Akan tetapi mendengarkan bermakna memberikan perhatian secara sungguh-sungguh di mana telinga, mata, pikiran dan hati turut terlibat di dalam mendengarkan. Seseorang yang mampu mendengarkan dengan baik, akan membuat dirinya juga merasakan dan menganalisa perkataan yang didengarnya itu dengan baik juga. Sampai pada akhirnya ia dapat memberikan respon dengan baik. Setidaknya ada proses yang harus dilalui sampai pada akhirnya kita memberikan komentar, yaitu: apakah benar yang akan aku katakan? Apakah aku perlu mengatakannya? Dan apakah baik dampaknya bila aku mengatakannya? Yakobus juga mengingatkan bahwa kita harus berupaya sedemikian rupa agar tetap dapat mengerjakan kebenaran di hadapan Allah di mana pun dan kapan pun.
Meski mungkin kita mendengar perkataan-perkataan negatif tentang diri kita, mari kita tetap berupaya untuk berkepala dingin. Ingat kita adlaah manusia yang memiliki pikiran dan hati. Kita bukan pentol korek api yang tidak berotak dan tidak berperasaan. Selamat berjuang, saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Kami rindu untuk mengerjakan kebenaran di hadapan-Mu, ya Tuhan. Oleh karena itu ajarlah kami untuk memiliki hati yang bijak untuk menimbang sehingga tidak mudah untuk marah. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk melakukannya. Terimakasih Tuhan Yesus, Amin.