PANCURAN DESA
Views: 0
Bacaan: Imamat 19:9-10 (TB 2)
”Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit habis ladangmu sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang tertinggal dari penuaianmu. Kebun anggurmu jangan kaupetik hasilnya untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu jangan kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan pendatang. Akulah TUHAN, Allahmu”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Sekitar tahun 1990-an, saya pernah tinggal di sebuah desa di pinggiran kota Wonosobo. Kala itu, masih sedikit rumah yang memiliki kamar mandi. Sehingga masyarakat memanfaatkan sebuah pancuran desa sebagai pusat aktifitas mandi, cuci dan kakus (MCK), termasuk saya dan keluarga paklik (paman) saya. Pancuran desa itu terbuat dari bambu yang sudah dilobangi ruas-ruasnya. Sumber air dari pancuran itu adalah sebuah mata air di lereng bukit yang selalu mengeluarkan air.
Suatu kali, ketika saya dan adik sepupu akan mandi di pancuran, kami mendapati bahwa air yang mengalir dari pancuran tidak sederas biasanya. Kemudian adik sepupu mengatakan, “wah iki mesti ono sing mampet” (wah, sepertinya salurannya ada yang tersumbat). Segera ia naik ke arah persawahan dan menyusuri saluran dari batang bambu tersebut. Kira-kira 15 menit setelah adik sepupu saya itu pergi, air pancuran sudah mengalir deras seperti sedia kala. 10 menit kemudian adik sepupu saya muncul dari arah persawahan sembari berkata, “bener mas, mau ono godong sing mepeti. Padahal yo mung godong siji tapi marakké banyuné gak biso mili” (benar mas, tadi ada daun yang menyebabkan saluran mampet. Padahal hanya selembar daun tapi airnya tidak bisa mengalir).
Setiap kali mengingat peristiwa itu, saya seperti disadarkan kembali tentang hakikat hidup anak-anak Tuhan yang dipanggil untuk menjadi berkat. Kita menghayati bahwa Tuhan ibarat mata air yang selalu melimpahkan berkat bagi kita. Sementara kita ini ibarat saluran bambu yang mengalirkan air kepada masyarakat. Adakalanya muncul kendala-kendala yang membuat diri kita gagal menjadi saluran berkat. Bisa jadi kendala-kendala itu berupa keegoisan diri, kesombongan atau relasi dengan Tuhan yang tidak terpelihara dengan baik.
Melalui Musa, Tuhan menyampaikan kepada umat Israel agar mereka memiliki kepedulian kepada orang-orang lain terutama kepada orang miskin dan pendatang. Oleh karena itu, kepada umat yang memiliki ladang gandum dan / atau kebun anggur, Tuhan bersabda, ”Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit habis ladangmu sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang tertinggal dari penuaianmu. Kebun anggurmu jangan kaupetik hasilnya untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu jangan kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan pendatang. Akulah TUHAN, Allahmu”. Dasar utama bagi sikap peduli dan berbagi umat ini adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat yang telah memelihara kelangsungan kehidupan orang-orang Israel. Umat Israel didik untuk tidak bersikap tamak, melainkan bersedia menjadi saluran berkat bagi orang-orang lain yang memerlukan. ‘Blessed to be a blessing’ – diberkati untuk menjadi berkat, rasanya menjadi ungkapan yang tepat. Karena umat telah merasakan berkat dan pemeliharan dari Tuhan, maka mereka harus juga menjadi berkat bagi orang lain dengan tidak mengambil habis semua hasil panen – baik gandum ataupun anggur – dan memberikan itu kepada orang-orang yang membutuhkan.
Saudaraku, kita semua adalah saluran berkat dari Tuhan. Seperti pancuran yang bisa saja tersumbat karena adanya kotoran, maka kita mesti menjaga dan memelihara relasi dengan Tuhan agar terus dapat menjadi berkat bagi orang lain. Ingat pancuran desa…. Jadi ingin liburan, nih…. Eh, bukan…..! Ingat pancuran desa, jadi ingat supaya terus menjadi berkat. Selamat berjuang, saudaraku, Tuhan Yesus memberkati!
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa
Ya Tuhan, ada begitu banyak berkat yang telah Engkau limpahkan kepada kami. Buatlah kami ini menjadi saluran berkat bagi orang-orang lain di sekitar kami. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk mewujudkannya. Terimakasih Tuhan Yesus, Amin.