BERHIKMAT: MENGHIDUPI BUAH BUAH KEBAJIKAN
Views: 0
Yakobus 3:17 (TB2)
”Namun, hikmat yang dari atas pertama-tama murni, selanjutnya cinta damai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tulus ikhlas”
Syalom jemaat yang terkasih didalam Tuhan.. Semoga bapak/ibu/saudara-saudari dalam keadaan baik..
Jemaat yang terkasih.. Pada bacaan kita hari ini, Yakobus mengajak kita untuk hidup dengan pedoman hikmat yang dari atas. Apa artinya? Yakobus menolong kita, ia memberikan jembatan antara konsep rumit tentang hikmat, untuk kehidupan yang bijaksan. Hikmat itu bukan sekedar konsep dan pengetahuan, melainkan sesuatu yang nyata dan terlihat dalam perilaku sehari-hari.
Ada dua jenis hikmat, yaitu hikmat dunia dan hikmat Allah. Keduanya menghasilkan perilaku hidup yang berbeda. Orang yang menyepelekan hikmat Allah, hidupnya akan terus dikuasai oleh perasaan iri hati, pementingan diri sendiri, congkak, dusta, dan melawan kebenaran (Ay. 14). Sebaliknya, setiap orang yang hidup berdasarkan hikmat Allah akan hidup dalam kedamaian, jauh dari perselisihan, ramah terhadap orang lain, menghasilkan buah-buah kebajikan, tidak memihak, dan tidak munafik (Ay. 17). Di sinilah Yakobus menolong kita untuk menjadi manusia ciptaan baru yang menghadirkan damai sejahtera.
Mari kita lihat ayat 17 ini lebih mendalam, Pertama, ketika disebutkan “murni,” kita diajak untuk memiliki niat yang tulus dan bebas dari segala motif yang tidak benar. Kebijaksanaan sejati tidak tercemar oleh kepentingan diri sendiri. Selanjutnya, “damai” mengajarkan bahwa kebijaksanaan membawa harmoni, bukan konflik. Ini adalah panggilan untuk memelihara perdamaian dengan sesama.”Sikap penyayang” menekankan kepedulian dan empati terhadap sesama. Kebijaksanaan sejati membangun hubungan yang penuh kasih dan kebaikan. “Lemah lembut” mencerminkan kekuatan yang dikendalikan dengan lembut, bukan dominasi atau kekerasan. Ini merupakan panggilan untuk memiliki kontrol diri yang bijaksana.
Selanjutnya, “penuh kasih dan kebaikan” menggambarkan kebijaksanaan yang tulus dan bermuatan etika. Kebijaksanaan sejati memberi ruang bagi kasih dan kebaikan untuk bersinar. “Tidak berprasangka” mengajarkan untuk tidak membuat penilaian prematur terhadap orang lain, melainkan memberi kesempatan bagi perubahan dan pertumbuhan.Terakhir, “tidak berpura-pura” menegaskan kejujuran dan autentisitas dalam berinteraksi dengan orang lain. Kebijaksanaan sejati memerlukan ketulusan dalam tindakan dan perkataan.
Setiap kita diajak untuk menggali dan menerapkan kebijaksanaan yang sejati dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar pengetahuan intelektual, tetapi suatu bentuk karakter dan sikap hidup yang mencerminkan nilai-nilai spiritual. Dengan hidup sesuai dengan sifat-sifat kebijaksanaan ini, kita dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitar dan menciptakan suasana damai serta penuh kasih.
Mari di minggu pertama pada awal tahun ini, marilah kita bersama-sama memohon hikmat yang dari Allah agar kita dimampukan menjalani hari-hari yang penuh misteri ini seturut dengan kehendak Allah. Ketika kita hidup berpedoman pada hikmat Allah, kita akan menjadi sosok pembawa damai dan pelaku kebajikan yang jauh dari perselisihan. Dengan demikian, damai sejahtera akan terwujud dalam kehidupan kita sehari-hari. Selamat berefleksi, Tuhan memberkati.