”GATHOT”
Views: 0
Bacaan: Keluaran 17:12 (TB 2)
“Tetapi, tangan Musa menjadi penat. Sebab itu, mereka mengambil sebuah batu dan meletakkannya di bawah Musa, supaya ia duduk di atasnya. Harun dan Hur menopang kedua tangannya, di sebelah kiri dan di sebelah kanan, sehingga tangannya tetap terangkat sampai matahari terbenam”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Bila renungan yang lalu kita membahas tentang ‘tiwul’, maka sekarang kita mengupas tentang ‘gathot’. Gathot merupakan makanan yang juga diolah dari singkong yang dikeringkan (gaplék). Meski sama-sama terbuat dari gaplék, namun tampilan dan tekstur gathot berbeda bila dibandingkan dengan tiwul. Gathot memiliki tekstur yang kenyal dan berwarna hitam sebagai hasil dari proses fermentasi gaplék. Biasanya, gathot dihidangkan bersama dengan parutan kelapa dan sedikit taburan gula pasir. Hal itu membuat cita rasa manis, asin, dan gurih menyatu saat disantap. Meskipun terlihat hitam, gathot memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Gathot merupakan makanan berserat tinggi dan mengandung probiotik. Kandungan karbohidratnya juga lebih rendah dibanding nasi.
Selain sebagai makanan, gathot juga memiliki filosofi yang menarik. Menurut Kamus Bahasa Jawa Kawi karangan S.O Robson (2003), kata ’gathot’ berasal dari gabungan kata “gatha” dan ”ut” yang berarti gimbal. Kata gimbal disini diartikan sebagai banyak dan lengket, tidak mudah terurai, serta susah untuk dipisah-pisahkan. Sementara dalam kamus Bahasa Jawa Baru karangan Purwadarminta, kata ’gathot’ berarti kenyal. Jadi makna dari gathot bagi kehidupan bermasyarakat ialah: tetap dekat satu sama lain, tidak mudah terpisahkan, memiliki ikatan yang kuat dan tidak mudah tercerai berai. Filosofi ’gathot’ ini akan dapat terwujud apabila setiap orang di dalam komunitas dapat saling menghargai dan mewujudkan peran masing-masing sesuai dengan talentanya.
Filosofi gathot ini mengingatkan kita tentang kisah Israel melawan Amalek. Saat itu, umat Israel sudah sampai di wilayah Rafidim (Kel. 17:8-16). Tiba-tiba, orang Amalek datang hendak memerangi mereka. Musa memerintahkan Yosua dan orang-orang pilihan untuk maju berperang. Sedangkan Musa akan naik ke puncak bukit dengan didampingi Harun dan Hur. Selama peperangan berlangsung, Musa akan mengangkat tangan yang menggenggam tongkat Allah. Ketika tangan Musa terangkat tinggi, maka pasukan Israel lebih kuat dari orang Amalek. Namun, bila Musa lelah dan tangannya turun, maka orang Amalek lebih kuat dari orang Israel. Harun dan Hur memerhatikan hal itu, oleh karena itu mereka memutuskan untuk menolong Musa agar orang Israel dapat menang melawan orang Amalek. Alkitab mencatat, “Tetapi, tangan Musa menjadi penat. Sebab itu, mereka mengambil sebuah batu dan meletakkannya di bawah Musa, supaya ia duduk di atasnya. Harun dan Hur menopang kedua tangannya, di sebelah kiri dan di sebelah kanan, sehingga tangannya tetap terangkat sampai matahari terbenam”. Meski Harun dan Hur tidak berada di garis depan pertempuran, namun mereka ikut ambil bagian dalam kemenangan Israel atas Amalek.
Ada sebagian orang yang menganggap bahwa berperan dalam pelayanan itu harus kelihatan dan selalu ada di ‘garis depan’. Mereka ini akan dengan mudah menuduh orang-orang yang ada di balik layar sebagai ‘yang tidak ikut berperan’. Bahkan tidak jarang mereka juga mencibir dan menyindir. Kita seringkali lupa bahwa persekutuan itu ibarat tubuh dengan banyak angggota dengan peran masing-masing. Bukankah kadangkala bagian tubuh yang tidak nampak itu perannya justru sangat vital? Oleh karena itu, kita mesti mengingat filosofi ‘gathot’ ini, agar tetap menjaga persekutuan tetap utuh dengan menghargai dan berperan sesuai dengan talenta masing-masing. Seperti halnya Harun dan Hur, meski tidak berada di garis depan, tetapi ikut berperan dalam kemenangan Israel melawan Amalek. Yuuk kita makan gathot…. Eh, yuuk terus berperan baik secara nampak maupun tidak nampak, namun tetap berdampak signifikan dan relevan. Selamat berjuang, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Ya Tuhan, kami rindu untuk dapat melakukan peran sesuai dengan talenta kami masing-masing, sehingga gereja-MU terus bertumbuh dan berkembang. Kami belajar untuk tetap rendah hati, sehingga mampu menghargai orang-orang lain dengan perannya masing-masing. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk dapat mewujudkannya. Terimakasih Tuhan Yesus, Amin.