”LADA KATOKKON”
Views: 0
Bacaan: Amsal 3: 11-12 (TB 2)
“Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN , dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN menghajar orang yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Saudaraku, lada katokkon (atau sering disebut hanya ‘katokkon’ saja) adalah cabai andalan masyakarat Suku Toraja. Katokkon memang belum banyak menyebar ke daerah lain. Masyarakat Toraja biasa memasak masakan pedas dengan katokkon sebagai pengganti jenis cabai lain. Katokkon mempunyai bentuk bulat tak sempurna, agak mirip paprika tetapi lebih kecil dan gemuk. Besarnya kira-kira sebesar ibu jari tangan orang dewasa. Katokkon memiliki tingkat kepedasan yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian tingkat kepedasan atau Scoville Heat Unit (SHU) – yaitu: satuan yang mengukur konsentrasi capcaisin atau zat pedas pada cabai, katokkon memiliki tingkat SHU sebesar 400.000 – 600.000. Agar bisa membayangkan tingkat kepedasannya, cabai rawit biasa memiliki tingkat SHU sebesar 100.000. Artinya, kepedasan katokkon ini 4 kali lipat lebih pedas dibandingkan dengan cabai biasa. Uniknya, rasa pedas katokkon ini tidak serta merta muncul di lidah pada saat digigit, melainkan perlahan. Sensasi pertama yang dirasakan saat katokkon ini digigit adalah rasa manis asam segar seperti buah tomat. Setelah beberapa detik barulah muncul rasa pedasnya secara perlahan-lahan. Oh ya, katokkon mengandung vitamin A, vitamin C, dan antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Selain itu, katokkon juga dapat meningkatkan nafsu makan, memperlambat penuaan, anti stres, menurunkan kadar kolesterol, melancarkan aliran darah, mencegah strok, meredakan batuk berdahak, melegakan hidung tersumbat, dan meredakan migrain. Ternyata pedasnya katokkon tidak membuat orang-orang kapok untuk menyantapnya, melainkan ingin mencoba dan mencoba lagi.
Saudaraku, lada katokkon ini mengingatkan pada salah seorang murid Tuhan Yesus yang bernama Petrus. Ia termasuk tiga orang terdekat Tuhan Yesus selain Yakobus dan Yohanes. Ia adalah seorang yang pemberani dan cepat berbicara, namun lambat untuk berpikir. Atas sikapnya itu, maka Tuhan Yesus beberapa kali menegur dan mengoreksinya. Dalam peristiwa angin ribut di tengah danau, ketika Petrus berjalan di atas air, ia tenggelam karena dirasakannya angin dan air. Tuhan Yesus menegur, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat. 14:31 – TB 2). Rupanya saat itu Petrus ingin beraksi di depan para murid yang lain. Kemudian, saat Tuhan Yesus berbicara mengenai penderitaan dan kematian yang akan dialami-Nya, Petrus segera menasihatiNya. Tuhan Yesus pun menegur Petrus, ”Enyahlah, Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mat. 16.23 – Tb 2). Nampaknya saat itu Petrus ingin menunjukkan betapa rohani dan berimannya dirinya. Dalam peristiwa perjamuan malam terakhir, Petrus menyatakan bahwa dirinya tidak akan terguncang imannya. Dan Tuhan Yesus kembali menegurnya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali” (Mat. 26:34). Kali ini, Petrus ditegur karena omong besarnya. Meski sempat hancur hati, namun berkat peneguhan dari Tuhan Yesus, Petrus kembali bangkit untuk melayani. Kitab Kisah Rasul mencatat bahwa setelah peristiwa Pentakosta, Petrus menjadi pemimpin para Rasul yang memperoleh wibawa dan karunia dari Tuhan. Dari rangkaian kisah tentang Petrus ini, kita belajar Tuhan tidak segan untuk menegur dan mengoreksi orang yang dikasihi-Nya. Maka benarlah apa yang dinasihatkan oleh Penulis Amsal, demikian: “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN , dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN menghajar orang yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi”.
Saudaraku, seringkali kita berharap agar Tuhan memanjakan diri kita. Namun ternyata itu adalah sikap yang keliru, sebab Tuhan tidak segan-segan untuk menegur dengan keras dan mengoreksi kekeliruan kita melalui berbagai macam hal. Oleh sebab itu, jangan pernah putus asa dan kapok untuk menjadi murid Tuhan yang lebih baik dan lebih baik. Seperti menyantap lada katokkon, walau super pedas toh tetap juga disantap karena nikmat dan bermanfaat, bukan? Selamat berjunag, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Tuhan, kami ingin hidup seturut dengan kehendak-Mu. Silahkan Tuhan membentuk kami, sebab kami adalah tanah liat dan Engkau adalah penjunannya. Kiranya Engkau semakin dimuliakan melalui kehidupan kami. Terimakasih Tuhan Yesus. Amin.