PETAK UMPET
Views: 0
Bacaan: Yohanes 1:29-31 (TB 2)
Keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksudkan ketika kukatakan: Sesudah aku akan datang seorang yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku. Aku pun dulu tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Siapa tidak kenal petak umpet? Petak umpet merupakan permainan ‘bersembunyi’ dan ‘mencari’ (hide and seek) yang dimainkan oleh minimal dua orang yang umumnya dilakukan di luar ruangan. Dalam permainan ini, satu pemain berperan sebagai pencari (sebutannya: ‘kucing’), sementara peserta lainnya mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Masing-masing daerah menyebut permainan ini dengan nama yang berbeda.
Petak umpet dipercaya berasal dari Yunani. Bukti klaim ini dapat ditemukan dalam tulisan seorang novelis Yunani bernama Julius Pollux pada abad – 2 SM. Dalam karyanya, Pollux menyebutkan sebuah permainan bernama Apoddraskinda, yang sangat mirip dengan petak umpet. Kini, permainan ini menjadi permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) telah mengakui permainan ini sebagai warisan budaya tak benda.
Selain memberi sukacita dan kegembiraan, permainan petak umpet melatih anak-anak banyak hal yang bermanfaat bagi kehidupan. Salah satunya adalah melatih sikap sportif. Di dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, sportif berarti jujur dan bersifat kesatria. Secara sederhana, bersikap sprotif itu berani dengan jujur mengakui keunggulan orang lain. Seperti misalnya: melalui mekanisme hompimpa seorang anak menerima bahwa ia terpilih menjadi ‘kucing’ yang harus mencari lawannya; mengakui bahwa lawannya lebih kreatif menemukan tempat bersembunyi yang aman dan lebih cepat berlari; para lawan juga bisa mengakui bahwa si ‘kucing’ adalah sosok yang gigih dan teliti di dalam mencari mereka yang bersembuyi, dll.
Menjunjung tinggi sportifitas sangatlah diperlukan di tengah-tengah zaman yang semakin egois ini. Alih-alih bersikap sprotif, banyak orang seringkali justru dengan sadar melakukan kecurangan agar bisa dianggap lebih unggul dari yang lain. Bahkan, black campaign (kampanye hitam) dilakukan agar bisa menang dalam persaingan.
Di dalam Alkitab, kita dapat melihat dan sekaligus belajar sikap sportif dari sosok yang bernama Yohanes Pembaptis. Sesungguhnya Yohanes Pembaptis bisa saja memanfaatkan ketenarannya itu untuk mengaku sebagai juru selamat kepada semua orang. Dan pastilah orang-orang akan dengan mudah mempercayainya. Namun Yohanes Pembaptis tidak melakukannya karena ia memang pribadi yang sportif. Dengan jujur dan kesatria, ia mengatakan, “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksudkan ketika kukatakan: Sesudah aku akan datang seorang yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.Aku pun dulu tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel”. Alih-alih menunjuk pada diri sendiri, Yohanes dengan jujur memperkenalkan Tuhan Yesus sebagi Juru Selamat yang sejati.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita juga diminta untuk bersikap sportif, yaitu dengan jujur dan kesatria mengakui keunggulan orang lain. Kiranya memori tentang permainan petak umpet yang pernah kita mainkan, menginspirasi kita untuk bersikap sportif. Selamat berjuang, Saudaraku, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga
Doa:
Ya Tuhan, seringkali kami enggan untuk mengakui keunggulan orang lain karena keegoisan diri. Kami memohon pertolongan-Mu, agar kami mampu bersikap sportif supaya dapat memancarkan kehendak-Mu. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk melakukannya. Terimakasih Tuhan Yesus, amin.