JARKONI
Views: 0
Bacaan: Roma 2:21 (TB 2)
”Lalu bagaimana engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar, “Jangan mencuri,”mengapa engkau sendiri mencuri?”
Syalom jemaat yang terkasih didalam Tuhan.. Semoga bapak/ibu/saudara-saudari dalam keadaan baik..
Jemaat yang terkasih.. Dalam hidup sehari-hari, kita suka menggabungkan beberapa huruf atau suku kata yang mudah diingat dan dilafalkan menjadi seperti kata wajar lainnya. Itu disebut sebagai akronim. Salah satu akronim bahasa Jawa yang pernah ada ialah “Jarkoni”, yang berarti “Isa ngujar ora isa nglakoni.” Akronim ini merupakan bentuk sindirian kepada para pendidik yang dengan menggebu mengajar, tetapi tidak bisa melakukan ajarannya dalam hidup keseharian. Tentunya melalui akronim tersebut, orang berupaya mengingatkan para pendidik agar tidak hanya berbicara, tetapi juga memiliki keteladanan.
Orang-orang Yahudi merasa bangga terhadap keyahudiannya. Mereka merasa tahu, mengerti, dan menyatakan dirinya bersandar pada hukum Taurat. Bahkan, mereka menyatakan oleh pengajaran hukum Taurat, seseorang akan menjadi dekat dengan Allah, tahu mana yang baik. Mereka juga disebut sebagai penuntun orang buta, pendidik orang bodoh, pengajar bagi yang orang belum dewasa (Ay. 18-20). Namun menurut Paulus, orang Yahudi yang mengungkapkan demikian hanyalah Jarkoni. Mereka hanya cakap mengajar dan ajaran mereka itu hanya mereka kenakan kepada orang lain, tetapi tidak untuk diri mereka sendiri.
Mereka mengingatkan orang lain agar jangan mencuri, tetapi mereka mencuri. Akhirnya, Rasul Paulus memberikan teguran kepada mereka, “Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?” (Ay. 21a). Mengajarkan kepada diri sendiri lebih dahulu, itu sangat penting. Kemudian atas ajaran itu, mereka menunjukkan keteladanan hidup yang baik dan benar sesuai yang mereka ajarkan. Sebab bagi Paulus, mestinya mereka tidak hanya melakukan ritus-ritus keagamaan seperti sunat lahiriah saja, lalu melanggar hukum Taurat, melainkan yang terpenting mereka mengerjakan ritus-ritus keagamaan sebagai sarana sunat batin.
Persoalan keteladan yang dikemukakan oleh Rasul Paulus hendaknya menjadi perenungan bagi kita. Setiap kita, baik anak, pemuda, dewasa muda, lanjut usia yang telah menyatakan diri sebagai pengikut Kristus memiliki panggilan bukan hanya mengajarkan tetapi memberikan keteladanan hidup yang baik dan benar sesuai kehendak Kristus. Karena inilah yang membawa dampak baik bagi sekeliling kita. Layaknya tema pada minggu yang lalu, dimana integritas adalah kita. Selamat menjadi teladan, Tuhan memampukan kita. Amin.