DAGING SE’I
Views: 0
Bacaan: 2 Tesalonika 2:14-15
”Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis”.
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Berbicara tentang makanan khas Nusa Tenggara Timur (NTT) , maka tidak afdol jika tidak berbicara tentang se’i, baik se’i babi, sapi ataupun rusa. Se’i adalah salah satu hasil olahan daging khas NTT di mana daging diolah dengan cara pengasapan. Pengasapan adalah salah satu teknologi yang telah dilakukan nenek moyang masyarakat NTT agar dapat memperpanjang waktu simpan namun tetap dapat mempertahankan kualitas daging, serta meningkatkan nilai gizi dan nilai ekonomi dari daging yang diolah. Olahan daging se’i memiliki kekhasan, baik dari aroma, warna yang merah, maupun tekstur daging empuk dan rasanya yang lezat.
Pada awalnya, se’i adalah makanan khas suku Rote kemudian merambah dan menjadi selera khas masakan masyarakat NTT. Se’i dalam bahasa daerah Rote, artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang, lalu diasapi dengan menggunakan bara kayu kosambi sampai matang. Dalam mengolah daging menjadi se’i, daging ditaburi garam kemudian diasapi. Saat proses pengasapan, daging juga ditutup dengan daun kosambi sehingga aromanya semakin menyerap. Dan satu hal tidak boleh lupa, bahwa menyantap se’i akan lebih nikmat bila disandingkan dengan sambal lu’at – yaitu sambal yang terbuat dari cabai, jeruk nipis dan daun lu’at; dan juga tumis bunga pepaya. Yummy….
Nah, apa yang dapat kita pelajari dari se’i ini? Pertama, cara menyayat daging. Untuk membuat se’i agar tidak alot saat dikunyah, maka cara menyayat daging tidak boleh searah dengan serat, melainkan berlawanan arah. Kedua, agar kandungan gizi tidak rusak namun tetap matang sempurna, maka saat mengasapi daging tidak boleh terlalu dekat dengan api, ada jarak ideal tertentu yang mesti diikuti. Ketiga, agar matang sempurna dan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, maka perlu waktu yang cukup. Waktu yang diperlukan untuk mengolah se’i adalah antara 1 – 9 jam bergantung ukuran sayatan daging.
Daging memang mesti diolah secara khusus agar tidak mudah rusak, salah satunya dengan cara mengolahnya menjadi se’i ini. Oleh karena itu, proses membuat se’i ini mengingatkan tentang iman. Iman kita jika tidak dijaga dan diolah sedemikian rupa, maka akan mudah sekali terombang-ambing dan hancur. Sebagai orang-orang percaya, kita yakin bahwa Tuhan Yesus telah menganugerahkan keselamatan kepada kita. Akan tetapi anugerah itu dapat saja hilang ketika kita tidak lagi memiliki iman kepada Kristus. Oleh karena itu, di tengah-tengah berbagai macam tantangan yang dapat melunturkan iman, maka kita mesti tetap memelihara iman dan terus bertumbuh di dalamnya secara terus menerus. Kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menasihati, ”Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis”.
Kiranya daging se’i kali ini mengingatkan kita agar kita terus memelihara dan memproses iman itu agar tetap bertumbuh, tetap teguh dan tidak goyah manakala menghadapi berbagai macam persoalan dan pencobaan di dalam kehidupan. Selamat berjuang, Tuhan Yesus memberkati.
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Kami ingin selalu belajar untuk setia dan taat kepada-MU, ya Tuhan, sehingga iman kami tidak mudah terombing-ambing manakala menghadapi berbagai macam persoalan hidup. Kiranya Roh Kudus menolong kami untuk mewujudkannya. Terimakasih Tuhan Yesus. Amin.