”YOBEN TO, ISAKU IKI!”
Views: 0
Bacaan: Lukas 10: 29
Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?”
Salam sehat penuh rahmat, Tuhan sertamu!
Waktu kecil dahulu, saya dan teman-teman sering bermain bersama setelah pulang sekolah. Salah satu permainan yang kami mainkan adalah “sekolah-sekolahan”. Dalam permainan itu, kakak sepupu saya biasanya berperan sebagai guru sedangkan saya dan teman-teman sebaya yang lain berperan sebagai murid. Suatu kali, kami berperan seolah-olah sedang mengikuti pelajaran menggambar. Masing-masing diberi sebuah kertas kosong oleh ‘guru’ yang diperankan oleh kakak sepupu saya. Dan kami mulai menggambar. Setelah beberapa saat, ‘guru’ mulai memeriksa hasil pekerjaan ‘murid-muridnya’. ‘Guru’ bertanya kepada salah seorang ‘murid’, “gambar omahé kok miring?” (Gambar rumahnya kok miring). Dan dijawab, “Yoben to, bu!” (biarkan saja bu, tidak apa-apa). Kemudian ‘guru’ menasihati, “gambaré mestiné ora kaya ngono” (seharusnya gambarnya tidak seperti itu). Dan dijawab, “Yoben to, bu. Isaku iki!” (biarkan saja, bu. Mampuku hanya ini!).
Cerita masa kecil itu kembali muncul ketika saya membaca artikel tentang pembenaran diri. Secara psikologi pembenaran diri didefinisikan sebagai: “Tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk menciptakan berbagai alasan demi membenarkan perilaku yang ia perbuat, atau pemikiran dan ide yang ia usulkan. Dan itu ia maksudkan untuk seakan-akan menjadi sebab hakiki dari apa yang lakukan dan ia usulkan tersebut”. Itu berarti bahwa pembenaran diri adalah tindakan menutupi kenyataan dengan menggunakan alasan yang dapat diterima dan dibenarkan oleh jiwa, tanpa reaksi atau teguran dari hati kecil. Dari pengertian ini, kita dapat memahami perbedaan antara kebenaran dan pembenaran diri. Kebenaran dilakukan dengan didasari oleh kejujuran dan integritas. Orang yang melakukan kebenaran akan mampu memberikan pertanggungjawab secara terbuka dengan menampilkan fakta-fakta secara transparan. Sebaliknya, pembenaran diri justru ditempuh karena seseorang tidak melakukan kebenaran. Untuk membenarkan diri, kebenaran itu justru dimanipulasi sedemikian rupa untuk menyembunyikan kenyataan yang berbeda. Sikap pembenaran diri ini dilakukan manaka seseorang itu ditegur atau diberi masukan terkait dengan tindakan, pemikiran atau ide yang sudah dinyatakan. Nah, “Yoben to, isaku iki!” merupakan satu contoh dari pernyataan yang menunjukkan sikap pembenaran diri.
Dalam sebuah episode pelayanan Tuhan Yesus dikisahkan bahwa suatu kali Seorang ahli Taurat bertanya kepada-Nya mengenai apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Sebetulnya, sebagai seorang Ahli Taurat, tentu ia sudah mengetahui jawabannya. Karena itu, setelah Tuhan Yesus memberikan respon atas pertanyaannya itu, maka ia segera mengajukan pertanyaan yang kedua dengan maksud membenarkan dirinya. Injil Lukas memberikan kesaksian yang demikan, Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Tampaknya Ahli Taurat ini merasa bahwa dirinya kurang mengasihi sesamanya. Namun sepertinya dia berharap bahwa Yesus akan memaklumi dan menganggapnya cukup layak untuk memperoleh hidup kekal. Untuk menanggapi Ahli Taurat ini, Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaannya, melainkan menceritakan kisah menarik tentang seorang Samaria yang menolong orang yang sekarat sehabis dirampok. Dari kisah itu, sang ahli Taurat menunjukkan bahwa dirinya sudah mengetahui apa itu mengasihi, namun sebenarnya ia belum melakukannya.
Dalam hidup sehari-hari, bisa jadi kita bersikap seperti ahli Taurat ini dengan membuat dalih demi membenarkan diri sendiri saat diberikan masukan atau teguran atas tindakan atau ide kita. Oleh karena itu, mari kita menghidupi kejujuran dan integritas di dalam diri kita. Tinggalkan sikap “Yoben to, isaku iki!” Selamat berjuang, Sudaraku, Tuhan Yesus memberkati!
Salam: Guruh dan keluarga.
Doa:
Kami rindu untuk menghidupi kejujuran dan integritas agar tidak terjebak dalam sikap pembenaran diri, ya Tuhan. Oleh karena itu, kami memohon pertolongan-Mu agar dapat melakukannya. Terimakasih, Tuhan Yesus. Amin.